TEMPO.CO, Kiev - Setelah dicopot dari jabatannya, kini eks Presiden Ukraina Viktor Yanukovych akan menghadapi masalah baru. Menteri Dalam Negeri Ukraina, Arsen Avakov, Senin, 24 Februari 2014, mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Yanukovych.
Dalam sebuah pernyataan di halaman Facebook resminya, Avakov mengatakan Yanukovych tiba di Krimea pada Ahad, 23 Februari 2014, dan membebaskan para pengawalnya selama ini, sebelum akhirnya pergi ke sebuah lokasi yang tidak diketahui.
Avakov mengatakan surat perintah penangkapan terhadap Yanukovych dan beberapa pejabat lainnya dikeluarkan karena mereka dicurigai terlibat pembunuhan massal warga sipil baru-baru ini. Menurut Avakov, sebuah kasus pembunuhan telah dibuka terhadap mantan pemimpin Ukraina itu.
Surat perintah tersebut tidak menyebutkan kasusnya secara spesifik, tapi diduga terkait dugaan Yanukovych menyewa penembak jitu atau memerintahkan polisi antihuru-hara untuk menembak demonstran anti-pemerintah pada Januari dan Februari lalu. Hampir 100 warga sipil tewas dalam demonstrasi, termasuk sedikitnya 75 orang pada 18-20 Februari 2014.
Di tengah munculnya tanda perpecahan antara daerah timur yang berbahasa Rusia dan wilayah barat yang ingin ke Eropa, banyak yang mengatakan persatuan adalah yang terpenting saat ini. "Kami bersatu," kata anggota parlemen, Vyacheslav Kerilenko, di parlemen. "Tidak akan ada perpecahan."
Ada kekhawatiran bahwa beberapa orang memanfaatkan situasi saat ini untuk memicu perpecahan Ukraina, negara yang dihuni 46 juta penduduk--setengah negara terlihat ingin bergabung dengan negara Barat tapi lainnya ingin berpaling ke Rusia.
Di Odessa, kota yang penduduknya berbahasa Rusia di Laut Hitam, ada warga yang kecewa terhadap undang-undang baru yang disahkan parlemen Ukraina, Ahad, 23 Februari 2014. Undang-undang itu menjadikan Ukraina sebagai bahasa tunggal negara dan membatalkan hukum sebelumnya yang mengakui pemakaian bahasa Rusia.
"Mereka takut terhadap apa yang mungkin datang, bahwa ini adalah awal dari serangan oleh orang yang berbahasa Ukraina serta mereka akan datang dan mendiskriminasi orang yang berbahasa Rusia," kata warga asli Odessa, Yuri Kovalyov.
USA TODAY | KYIV POST | ABDUL MANAN
Berita Lainnya
Dubes RI untuk Thailand: Tidak Ada WNI Jadi Korban
Balita dan Anak-anak Jadi Korban Bom Thailand
Jerman Siapkan Opsi Kontraspionase Hadapi AS
Merkel Dukung Upaya Kerry Soal Israel-Palestina
Istana Mewah Yanukovich Jadi 'Museum Korupsi'