Apa hasil pertemuan pertama itu?
Menegaskan kembali gencatan senjata, dan pengiriman pasukan perdamaian dari Indonesia. Indonesia mengirim 16 orang, meliputi wilayah selatan yang luas, tapi efektif.
Mengapa bisa efektif?
Karena kepercayaan kedua belah pihak kepada kita. Pertama, kita adalah negara mayoritas muslim, tapi tidak pernah memberi simpati, apalagi dukungan, kepada upaya-upaya Moro atau MNLF untuk merdeka. Kita adalah negara yang sangat konsisten memelihara posisi prinsip penghormatan terhadap keutuhan wilayah dan kedaulatan nasional.
Kedua, kita juga negara yang punya persoalan separatisme. Ketiga, kita juga punya kepentingan yang lebih besar. Sebagai sesama ASEAN, kita ingin Filipina dan negara ASEAN lainnya mampu menyelesaikan konflik bersenjata di negara masing-masing supaya ASEAN pulih sebagai kawasan yang aman dan damai sehingga kita bisa mengalokasikan waktu, energi, dan sumber daya untuk pembangunan ekonomi.
Selama negosiasi 1993-1996, masalah apa yang sulit mencapai kata sepakat?
Masalah pembagian sumber daya. Biasalah, kelompok pembebasan itu mengklaim kaya sumber daya, padahal tidak pernah riset. Bilang di sini ada emas, di sana ada bijih besi. Kita juga tidak tahu. Yang kedua, soal integrasi laskar MNLF ke dalam polisi dan tentara Filipina. Awalnya Filipina ngotot tidak mau menerima. Saya membujuk mereka, demi kompromi, kenapa sih Anda tidak kecualikan? Soal integrasi laskar ini, saya belajar dari kasus pemberontakan Daud Bereuh di Aceh.
Integrasi laskar itu disebut sebagai tahap pertama. Itu berlangsung dengan baik. Yang kedua, masa transisi supaya dalam proses plebisit daerah-daerah di kawasan itu setuju untuk bergabung dalam Autonomous Region in Muslim Mindanao (ARMM).
Presiden Filipina ketika itu, Fidel Ramos, melalui partainya mendorong pendukungnya di daerah Filipina Selatan itu untuk setuju. Lalu terbentuklah ARMM, dengan Nur Missuari sebagai gubernurnya.
Tahap berikutnya setelah integrasi adalah pembangunan ekonomi. Tahapan ini lebih pada upaya mensejahterakan rakyat. Di sinilah mulai ada sengketa. Satu problem dari tim-nya Misuari. Klaim Misuari, dana yang disediakan pemerintah Filipina tidak cukup untuk mensejahterakan rakyat. Tetapi sebagai gubernur, Misuari bisa tinggal empat bulan di Manila di hotel bintang lima dengan 40-50 pengikutnya.
Menurut saya, di banyak kasus, banyak pemimpin faksi pembebasan gagal bertransformasi menjadi administrator yang baik, karena memang tidak punya pengalaman dalam pemerintahan. Jadi kalau saya mencoba berpikir netral, Pemerintah Filipina tentu juga tidak mau melepaskan uang begitu saja (kepada orang yang kurang berpengalaman menangani masalah pemerintahan).
Menurut laporan media, Presiden Benigno Aquino pernah menyebut hasil perjanjian damai tahun 1996 itu sebagai "eksperimen yang gagal'...
Saya tidak tahu ucapan Aquino itu. Tetapi memang ganti pemerintahan, komitmen terhadap kesepakatan juga bisa berkurang.
Dalam konteks hubungan internasional, bagaimana mengatasi krisis di Zamboanga itu?
Itu masalah internal, soal ketertiban umum, dan penegakan hukum. Ini harus dibiarkan sebagai masalah internal dari Filipina, entah dengan dialog, negosiasi, atau gencatan senjata.
(Nur Missuari terpilih dua kali sebagai gubernur ARMM. Namun setelah itu dia dilaporkan bersengketa dengan Komite Eksekutif ARMM yang beranggotakan 10 orang. Setelah tak lagi menjadi gubernur, Missuari kembali ke Pulau Sulu. Saat Filipina masih terikat perjanjian dengan MNLF, Aquino memulai pembicaraan damai dengan Moro Islamic Liberation Front (MILF), organisasi yang menyempal dari MNLF, dan menandatangani kesepakatan awal pada akhir 2012. Kesepakatan baru ini nantinya akan menggantikan ARMM.
Langkah Filipina ini memicu kemarahan Nur Missuari dan menyebut pemerintah Manila tak mematuhi perjanjian tahun 1996. Agustus 2013, Missuari mendeklarasikan kemerdekaan bangsa Moro. Soal perjanjian Filipina-MILF ini pula yang dijadikan sebagai dalih pasukan bersenjata MNLF menyerang Kota Zamboanga 9 September 2013 lalu. Red).