TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan harapannya agar Indonesia dapat bergabung sebagai anggota BRICS. Dengan menjadi bagian dari BRICS, Indonesia diharapkan mampu hadir dalam berbagai aliansi strategis dunia tanpa harus terikat pada satu blok kekuatan tertentu, baik Barat maupun Timur.
Indonesia telah resmi mengungkapkan keinginannya untuk bergabung dengan BRICS dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS Plus di Kazan, Rusia, pada 23-24 Oktober 2024. “Bergabungnya Indonesia ke BRICS merupakan pengejawantahan politik luar negeri bebas aktif. Bukan berarti kita ikut kubu tertentu, melainkan kita berpartisipasi aktif di semua forum,” kata Menteri Luar Negeri Sugiono, Jumat, 25 Oktober 2024.
Apa itu BRICS?
BRICS adalah organisasi kerja sama ekonomi global yang namanya berasal dari negara-negara pendirinya: Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan. Awalnya, BRIC dibentuk pada 2006 untuk memfokuskan perhatian pada peluang investasi di antara negara-negara anggotanya. Pertemuan puncak pertama diadakan pada 2009 dan pada 2011 organisasi ini mengubah namanya menjadi BRICS setelah Afrika Selatan resmi bergabung.
Seiring berjalannya waktu, keanggotaan BRICS terus bertambah dengan bergabungnya Uni Emirat Arab, Iran, Mesir, dan Ethiopia sebagai anggota penuh. Selain itu, negara-negara tetangga dengan perekonomian besar, seperti Thailand dan Malaysia, telah menunjukkan minat untuk bergabung dengan organisasi ini. Sementara itu, Arab Saudi belum menjadi anggota resmi, tetapi turut berpartisipasi dalam kegiatan BRICS sebagai negara undangan.
Secara keseluruhan, negara-negara anggota BRICS mencakup sekitar 30 persen dari luas daratan dunia dan 45 persen populasi global. Afrika Selatan memiliki ekonomi terbesar di Afrika, sementara Brasil, India, dan Cina termasuk di antara sepuluh negara teratas dunia dalam hal populasi, luas wilayah, dan produk domestik bruto (PDB) nominal.
Seperti halnya Indonesia, kelima negara pendiri BRICS merupakan anggota G20, dengan gabungan PDB nominal sebesar US$28 triliun (sekitar 27 persen dari produk domestik bruto dunia), total PDB sekitar US$65 triliun (33 persen dari PDB paritas daya beli global), dan cadangan devisa gabungan sekitar US$5,2 triliun (per 2024).
BRICS telah menyumbang dana sebesar $75 miliar untuk memperkuat kapasitas pinjaman Dana Moneter Internasional (IMF). Namun, pendanaan ini masih bergantung pada reformasi sistem pemungutan suara IMF yang saat ini didominasi oleh negara-negara Barat.
Situasi ini mendorong anggota BRICS untuk membentuk New Development Bank dengan modal awal sebesar US$100 miliar dan cadangan mata uang lebih dari US$100 miliar. Lembaga keuangan ini bertujuan menyediakan pendanaan bagi negara-negara berkembang, terutama untuk proyek-proyek infrastruktur dan pembangunan berkelanjutan.
HAN REVANDA PUTRA
Pilihan Editor: Ini Beda Antara Prabowo dan Jokowi Soal Keanggotaan BRICS