TEMPO.CO, Jakarta - Top 3 dunia pada 24 Juni 2024, diurutan pertama berita tentang Hizbullah dan Israel yang berada di ambang perang. Kuwait sudah memerintahkan warganya untuk keluar Lebanon. Sementara itu, Amerika Serikat telah menyatakan dukungannya untuk Israel jika perang terjadi.
Para analis mengatakan masih belum jelas apakah kedua belah pihak meningkatkan ancaman mereka sebagai bentuk pencegahan, atau apakah mereka benar-benar berada di ambang perang habis-habisan. Dalam hal perang Israel di Gaza, seorang ahli mengatakan bahwa tidaklah akurat untuk membandingkan kelompok-kelompok bersenjata Palestina dengan Hizbullah.
Diurutan kedua top 3 dunia, berita soal Mufti Agung Jaafari Libanon Ahmad Qabalan yang memperingatkan Israel jika sampai perang meletup maka Tel Aviv akan menghadapi serbuan sekitar setengah juta rudal dari Hizbullah. Daya rusak rudal-rudal itu, akan membuat Israel mengalami kemunduran 70 tahun.
Berikut top 3 dunia selengkapnya:
1. Eskalasi Hizbullah-Israel, Siapa yang Harus Membayar Mahal?
Hizbullah dan Israel telah berada di ambang perang. Kuwait sudah memerintahkan warganya untuk keluar Lebanon.
"Hizbullah lebih terlatih, lebih terorganisir dan memiliki senjata yang lebih mematikan dibandingkan dengan Brigade al Qassam, sayap bersenjata Hamas. Dan untuk alasan ini, saya pikir Israel akan membayar harga yang sangat mahal untuk sesuatu yang bisa mereka hindari," kata Hassan Barari, seorang profesor hubungan internasional di Universitas Qatar, kepada Al Jazeera.
Orna Mizrahi, seorang mantan pejabat di Dewan Keamanan Nasional Israel, mengatakan bahwa tidak ada satu pun dari opsi-opsi tersebut yang baik untuk negara tersebut.
Baca selengkapnya di sini
2. Mufti Agung Libanon: Israel Akan Diserbu 500.000 Rudal dalam Perang Total dengan Hizbullah
Mufti Agung Jaafari Libanon, Syekh Ahmad Qabalan, pada Minggu, 23 Juni 2024, memperingatkan dalam perang terbuka apa pun Israel akan menghadapi serbuan sekitar setengah juta rudal dari Hizbullah. Perang yang terjadi saat ini di front selatan Libanon adalah inti dari kepentingan regional Libanon. Dia menambahkan bahwa tidak ada nilai bagi Lebanon tanpa kepentingan regionalnya dan pencegahan strategis adalah bagian dari kepentingan tertingginya karena tidak ada pencegahan tanpa perang.
Kadhim Al-Fartousi, juru bicara Kata'ib Sayyid al-Shuhada, milisi Syiah Irak, mengatakan bahwa jika terjadi perang besar-besaran, kelompoknya akan mendukung Hizbullah. Dia menekankan bahwa jika pemerintah Israel membuat keputusan gila, kelompoknya akan membuat pasukan Israel menjadi kuburan.
Menurut The CIA World Factbook, Hizbullah diperkirakan memiliki hingga 45.000 tentara, yang terdiri dari 20.000 personel aktif dan 25.000 personel cadangan pada 2022. Pada 2021, Sekretaris Jenderal Hizbullah, Sayid Hassan Nasrallah, mengklaim punya 100.000 tentara terlatih dan ribuan pendukung dan anggota di seluruh dunia. Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (CIA) memperkirakan kelompok ini punya 150.000 rudal dan roket berbagai jenis dan jangkauan.
Baca selengkapnya di sini
3. Jenderal AS: Serangan Israel di Lebanon Dapat Meningkatkan Risiko Perang Lebih Luas
Serangan Israel di Lebanon berpotensi meningkatkan risiko konflik yang lebih luas yang melibatkan Iran dan militan yang bersekutu dengan Iran, terutama jika eksistensi Hizbullah terancam, demikian ungkap seorang jenderal tertinggi Amerika Serikat (AS) pada hari Minggu.
Jenderal Angkatan Udara C.Q. Brown, ketua Kepala Staf Gabungan, tidak memprediksi langkah Israel selanjutnya dan mengakui hak Israel untuk mempertahankan diri. Namun ia memperingatkan bahwa serangan ke Lebanon "dapat meningkatkan potensi konflik yang lebih luas."
"Hizbullah lebih mampu daripada Hamas dalam hal kemampuan secara keseluruhan, jumlah roket dan sejenisnya. Dan saya hanya akan mengatakan bahwa saya akan melihat Iran lebih cenderung memberikan dukungan yang lebih besar kepada Hizbullah," kata Brown kepada para wartawan sebelum singgah di Tanjung Verde dalam perjalanannya ke pembicaraan pertahanan regional di Botswana.
Komentar Brown muncul ketika Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pada hari Minggu bahwa berakhirnya fase pertempuran sengit di Gaza akan memungkinkan Israel untuk mengerahkan lebih banyak pasukan di sepanjang perbatasan utara dengan Lebanon.
Baca selengkapnya di sini
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini