TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Korea Selatan mengeluarkan kebijakan baru untuk jurusan kedokteran. Kuota penerimaan mahasiswa akan bertambah menjadi 2.000 penerima kedepannya. Kebijakan tersebut menuai pro dan kontra.
Penambahan kuota untuk mahasiswa kedokteran ditetapkan berdasarkan peristiwa krisisnya profesi dokter untuk memenuhi pelayanan kesehatan seluruh masyarakat di Korea Selatan.
Semakin sedikitnya dokter untuk menunjang pelayanan kesehatan juga dikarenakan populasinya yang semakin menua. Pemerintah juga sudah memperkirakan kedepannya akan terjadi kelangkaan tenaga medis seperti dokter.
Namun, para dokter dan profesor lainnya menganggap kebijakan ini tidak akan menyelesaikan masalah terkait sistem pelayanan kesehatan dan justru akan menurunkan kualitasnya.
“Sikap mereka adalah kekurangan dokter tidak menjadi masalah saat ini dan sebaliknya, mereka memerlukan perubahan jam kerja, yang jauh lebih lama dari rata-rata,” kata Rob York, direktur urusan regional di lembaga penelitian kebijakan luar negeri. Forum Pasifik, Kamis, 20 Juni 2024.
Profesor kesehatan, ekonomi dan kebijakan Soonman Kwon dari Universitas Nasional Seoul adanya kebijakan tersebut menunjukan parahnya defisit dokter di negara tersebut. Ia menyarankan untuk mengkaji ulang kebijakan setidaknya soal jumlah kuota.
“Meskipun masyarakat mendukung rencana tersebut, peningkatan sebesar itu – 2.000 – terlalu berlebihan. Sekitar 1.000 atau kurang mungkin lebih masuk akal,” kata Prof Kwon kepada program East Asia Tonight CNA pada hari Selasa, 18 Juni 2024.
Kemudian, KMA selaku organisasi kedokteran negara tersebut tidak bisa melakukan kompromi dengan baik dengan kebijakan pemerintah yang mungkin akan mendistribusikan dokter sesuai daerah yang membutuhkan.
“Masalah utamanya adalah KMA selama ini bandel. Mereka tidak bersedia mengubah posisi mereka secara keseluruhan dan tidak bersedia melakukan negosiasi mengenai masalah ini,” kata York.
Disisi lainnya, para dokter akademisi juga mengkritisi keputusan pemerintah. Merek mengatakan keputusan tersebut tidak sah karena Menteri Kesehtan Korea Selatan tidak memiliki kewenangan untuk menentukan kuota penerimaan mahasiswa baru.
Terlebih, keputusan tersebut juga tidak melakukan kesepakatan antara Kementerian Kesehatan dengan pihak universitas dan pihak lainnya yang bersangkutan. Proses tersebut dinilai sebagai pelanggaran terhadap proses hukum yang dijamin oleh konstitusi.
Akibat peristiwa mogok kerja oleh para dokter selama berbulan-bulan, Menteri Kesehatan Korea Selatan Cho Kyoo-hong mengatakan pemerintah akan memberikan sanksi bagi pelaku mogok kerja ilegal tersebut.
“Pemerintah tetap kukuh pada prinsipnya melawan tindakan kolektif ilegal yang dilakukan oleh para dokter magang,” kata Cho pada pertemuan tanggapan pemerintah.
Ia juga mengatakan akan melakukan oenyelidikan lapangan terkait mogok kerja para dokter. “Pemerintah bermaksud melakukan penyelidikan di lapangan untuk menemukan pelanggaran, yang akan diikuti dengan tanggapan berdasarkan hukum dan prinsip,” kata Wakil Menteri Kesehatan Kedua Park Min-soo kepada wartawan.
Peringatan atau sanksi yang akan diberikan berupa penangguhan izin dokter peserta pelatihan selama satu tahun. Selain itu, bagi beberapa kasus tertentu bahkan dapat menghadapi hukuman tiga tahun penjara atau denda sebesar 30 juta won (Rp 353 juta), akibat tidak mematuhi perintah tersebut.
CHANNEL NEWS ASIA | ANTARA
Pilihan editor: Presiden Korea Selatan Deklarasikan Darurat Demografis