Putin dan Kim
Dewan Keamanan PBB, di mana Rusia memiliki hak veto, menjatuhkan sanksi terhadap Korea Utara setelah Pyongyang melakukan uji coba nuklir pertamanya pada 2006. Para ahli mengatakan bahwa Pyongyang sejak itu melanjutkan pengembangan senjata nuklir dan produksi bahan fisil nuklir.
Pada Maret tahun ini, Rusia memveto perpanjangan tahunan panel ahli yang memantau penegakan sanksi PBB. Duta Besar Korea Selatan untuk PBB membandingkan langkah tersebut dengan "menghancurkan CCTV agar tidak tertangkap basah" melanggar sanksi.
Rusia mengatakan bahwa kekuatan dunia membutuhkan pendekatan baru terhadap Korea Utara, dan menuduh Amerika Serikat dan sekutunya berusaha untuk "mencekik" negara tertutup itu.
Jenny Town, dari program 38 North yang berbasis di Washington yang mempelajari Korea di wadah pemikir Stimson Center, mengatakan bahwa penjangkauan Rusia ke Korea Utara merupakan bagian dari upaya untuk membangun alternatif bagi tatanan dunia yang dipimpin oleh AS.
"Ada alasan untuk percaya bahwa Rusia melihat nilai dari Korea Utara sebagai mitra militer dalam perang melawan Barat, yang memberikan insentif bagi mereka untuk melakukan lebih dari sekadar kesepakatan senjata untuk melengkapi upaya perang Rusia di Ukraina," katanya.
Bagi Korea Utara, hubungannya dengan Rusia memberikan dukungan di Dewan Keamanan serta "hasil yang langsung dan nyata" dalam hal kerja sama ekonomi, militer, dan pertanian serta perdagangan yang belum pernah dilakukan kedua negara sejak tahun 90-an, imbuh Town.
Kim melakukan perjalanan ke Rusia dengan kereta api pada 2019 dan sekali lagi tahun lalu ketika Putin dan pemimpin Korea Utara itu bersulang sambil menikmati anggur Rusia.
REUTERS
Pilihan Editor: Propaganda Pengeras Suara Korsel terhadap Korut Diaudit karena Terlalu Pelan