TEMPO.CO, Jakarta - Dua warga negara Indonesia yang memilih untuk menetap di Gaza sebagai relawan Lembaga Medis dan Kemanusiaan (MER-C) sempat jatuh sakit pekan lalu, dan kini sedang menjalani proses penyembuhan.
Fikri Rofiul Haq dan Reza Aldilla Kurniawan mulai merasa tidak enak badan sejak Kamis lalu, 25 Januari 2024, seperti dikabarkan oleh MER-C, diawali dengan meriang kemudian radang tenggorokan. Kepada Tempo, Fikri menceritakan sakit di tengah situasi Gaza yang masih digempur dan dikepung oleh Israel sejak 7 Oktober 2023.
“Selama ini memang kendalanya adalah kesulitan mencari obat-obatan, pasokan air bersih dan makanan,” ujar Fikri melalui panggilan video pada Selasa, 30 Januari 2024.
Dia mengatakan, kesulitan tersebut dialaminya di Gaza selatan tempatnya menetap sekarang, tepatnya di sebuah sekolah pemerintah di area sekitar Rumah Sakit Eropa di Khan Younis. Namun kesulitan mengakses kebutuhan dasar dirasakan oleh seluruh warga Gaza, yang sedang mengalami krisis lantaran Israel menerapkan blokade ketat.
Stok obat-obatan di apotek dan rumah sakit sudah menipis di tengah pemboman Israel yang berjalan sudah hampir empat bulan. Fikri mengatakan pasokan bantuan obat-obatan dan makanan ke Gaza terus dihadang oleh pihak militer Israel. Padahal, tenaga medis di sana membutuhkan obat-obatan untuk merawat pasien luka-luka yang terus berdatangan selama serangan masih berlanjut.
Fikri mengaku dia dan rekan relawannya tidak berobat ke rumah sakit, karena rumah sakit dibanjiri korban luka-luka. Sementara jalan menuju beberapa rumah sakit lainnya yang masih beroperasi tidak bisa diakses karena ada serangan darat Israel.
Selama sakit, dia mengatakan pemerintah Indonesia terus menjaga kontak dengannya dan Reza. “Sampai detik ini juga pemerintah Indonesia masih menanyakan kabar kami dan terus memantau situasi kami,” katanya.
Terakhir kali mereka berkabar secara intens dengan pihak pemerintah Indonesia adalah ketika salah satu rekan relawannya, Farid Zanzabil Al-Ayubi, memutuskan untuk dievakuasi pemerintah dari Gaza. Farid tiba di Indonesia pada 13 Desember 2023 setelah empat tahun menetap di Gaza dan menjalankan tugas kemanusiaan bersama Fikri dan Reza.
Ketika ditanya apakah masih ingin menetap di Gaza, Fikri sedikit tersenyum dan mengiyakan hal tersebut. “Ya, saya kira ini mungkin ujian yang diberikan Allah Swt. kepada kami. Saat ini memang lagi musim dingin, lagi pergantian musim, sehingga memang wajar ada banyak penyakit,” katanya.
“Saya dan Mas Reza insyaallah masih tetap teguh untuk terus membantu masyarakat yang ada di Jalur Gaza dan akan tetap stay di Jalur Gaza,” ujarnya.
Setiap harinya, para relawan masih terus melakukan kegiatan-kegiatan kemanusaian. Contoh kegiatannya adalah menyediakan makanan siap saji untuk 1.800 pengungsi di dua sekolah, bahkan menambah persediaan makanan siap saji menjadi 5.800 porsi untuk tiga sekolah lainnya.
Selain menyediakan makanan siap saji, Fikri mengatakan mereka membagikan jaket kepada anak-anak kecil di tengah musim dingin, membuat WC darurat hingga menyediakan sembako. Mereka juga membantu para ibu melahirkan dengan membayarkan biaya medis ke rumah sakit.
Krisis kebutuhan dasar
Terdapat krisis air bersih di Gaza, dan bahkan air bersih yang tersedia tidak semuanya aman untuk diminum karena banyak yang tercemar oleh bom, kata Fikri.
Kepala Kantor Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau OHCHR di Palestina, Ajith Sunghay, mengatakan bahwa situasi kemanusiaan di Gaza sangat suram. Pasukan Pertahanan Israel (IDF) melakukan pengeboman tanpa henti di Gaza utara dan selatan.
“Terdapat juga kelangkaan makanan, air, obat-obatan, tenda dan kebutuhan dasar lainnya,” kata Sunghay, dikutip dari situs OHCHR. “Tempat penampungan yang ada sempit dan kondisi sanitasinya sangat buruk. Di Rafah dan Khan Younis, limbah mengalir ke setiap sudut.”
Untuk memenuhi kebutuhan dasar, Fikri mengatakan mereka membeli dari teman yang memiliki persediaan. “Tapi kadang kala pasokan airnya sudah habis dan obat-obatan juga seperti itu. Kita ke apotek, kadang obatnya ada, kadang enggak ada,” tuturnya.
Makanan, minuman dan obat-obatan ia beli dengan harga yang melonjak sejak pertempuran meletus pada 7 Oktober. Harga bawang bombai untuk memasak, misalnya, menurut dia bisa naik hingga tujuh kali lipat.
Penyakit yang menular lewat air pun meningkat selama beberapa hari ke belakang karena sedang musim dingin dan Gaza beberapa kali diguyur hujan. Fikri mengatakan pasukan Israel tidak hanya menargetkan rumah dan sekolah, tetapi juga kerap menghantam selokan air, sehingga banyak yang tersumbat.
“Banyak sekali penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh genangan-genangan air. Bahkan bukan hanya selokan air yang dibom oleh mereka, tangka-tangki air bersih pun dibom,” ujarnya, menambahkan bahwa hal itu menyulitkan warga mendapatkan air bersih.
“Pihak pemerintah pun sulit mencari air bersih untuk diberikan kepada warganya sendiri,” kata dia.
NABIILA AZZAHRA A.
Pilihan Editor Polisi Malaysia Selidiki Pembunuhan WNI di Petaling Jaya