Menanti Solusi Indonesia
Para pemimpin ASEAN telah kehilangan kesabaran dengan junta atas kegagalannya untuk mengimplementasikan konsensus perdamaian dan serangan terus-menerus terhadap lawan. Blok tersebut sejak akhir 2021 melarang junta menghadiri pertemuan tingkat tinggi hingga kemajuan terlihat.
Wakil Naypyidaw tetap tidak akan menghadiri KTT ASEAN di Labuan Bajo. Sementara publik menantikan terobosan Indonesia dalam menangani krisis di Myanmar.
Indonesia tidak secara terbuka menjelaskan pendekatannya dalam menangani krisis di Myanmar, sebab Jakarta memilih cara diplomasi senyap.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan, selama empat bulan keketuaan di ASEAN, Indonesia sudah melakukan 60 pertemuan dengan berbagai pihak di Myanmar, termasuk rapat langsung, seperti dengan junta, kelompok etnis bersenjata, dan Pemerintahan Persatuan Nasional (NUG).
“Diplomasi senyap bukan berarti Indonesia tidak melakukan apapun, yang terjadi adalah sebaliknya. Indonesia sudah melakukan banyak hal yang bisa jadi modal selanjutnya,” kata Retno saat pengarahan di Jakarta, Jumat, 5 Mei 2023.
Selain dengan pemangku kepentingan di Myanmar, Retno mengatakan Indonesia juga sudah membahas ini dengan negara kunci/tetangga seperti Cina, India, Thailand, Amerika Serikat hingga lembaga seperti PBB.
Peneliti senior di bidang politik internasional dan kebijakan luar negeri di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dewi Fortuna Anwar memaklumi ekspektasi tinggi terhadap Indonesia dalam menyelesaikan krisis Myanmar ini. Namun dia memperkirakan di KTT ASEAN ini, pemerintah tidak akan banyak membeberkan banyak perkembangan, walau pembahasan soal Myanmar akan cukup intens.
"Jadi kita harapkan diplomasi senyap ini tidak menandakan tidak ada kegiatan, tetapi hanya karena memang belum tepat waktunya untuk dibicarakan. Tapi ada pergerakan intensif, itu yang diharapkan,” kata Dewi saat dihubungi Tempo pada Selasa, 2 Mei 2023.
Pilihan Editor: Pertemuan Pejabat Senior Awali KTT ASEAN di Labuan Bajo
DANIEL A. FAJRI