TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov telah memperingatkan bahwa konflik di Ukraina berisiko meningkat menjadi perang dunia III. Dia juga menekankan bahwa NATO pada dasarnya terlibat dalam perang proksi dengan Moskow, karena memasok senjata ke Kyiv.
Dalam wawancara yang disiarkan di televisi pemerintah pada hari Senin, 25 April 2022, Lavrov mengatakan risiko konflik nuklir tidak boleh diremehkan. Inti dari setiap kesepakatan untuk mengakhiri konflik di Ukraina akan sangat bergantung pada situasi militer di lapangan.
Wawancara itu ditayangkan beberapa jam setelah Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menteri Pertahanan Lloyd Austin mengunjungi Kyiv dan menjanjikan lebih banyak bantuan militer ke Ukraina. Austin mengatakan Amerika Serikat ingin melihat Rusia melemah. Itu sebabnya AS juga berjanji mempersenjatai Ukraina untuk membantunya menang melawan Moskow.
AS juga akan menjadi tuan rumah pertemuan lebih dari 40 negara minggu ini untuk pembicaraan pertahanan terkait Ukraina. Pembicaraan tersebut akan berfokus pada pengiriman senjata lebih banyak ke Ukraina.
Selama wawancara hari Senin, Lavrov ditanya tentang pentingnya menghindari Perang Dunia III dan apakah situasi saat ini sebanding dengan krisis rudal Kuba pada tahun 1962, titik terendah dalam hubungan AS-Soviet.
Rusia, kata Lavrov, berjuang untuk mencegah perang nuklir dengan segala cara. “Ini adalah posisi kunci kami di mana kami mendasarkan segalanya. Risikonya sekarang cukup besar,” kata Lavrov.
“Saya tidak ingin meningkatkan risiko itu secara artifisial. Banyak yang akan seperti itu. Bahayanya serius, nyata. Dan kita tidak boleh meremehkannya.”
Invasi Rusia dua bulan ke Ukraina, serangan terbesar di negara Eropa sejak 1945, telah menyebabkan ribuan orang tewas atau terluka, kota-kota menjadi puing-puing dan memaksa lebih dari 5 juta orang mengungsi ke luar negeri.
Lavrov, membela tindakan Moskow. Sebaliknya ia menyalahkan Washington atas kurangnya dialog. “Amerika Serikat praktis menghentikan semua kontak,” kata Lavrov.
Namun dia mengatakan pasokan senjata canggih Barat, termasuk rudal anti-tank Javelin, kendaraan lapis baja dan pesawat tak berawak canggih adalah tindakan provokatif yang diperhitungkan untuk memperpanjang konflik daripada mengakhirinya. “Senjata-senjata ini akan menjadi target yang sah bagi militer Rusia yang bertindak dalam konteks operasi khusus,” kata Lavrov.
“NATO, pada dasarnya, terlibat dalam perang dengan Rusia melalui proxy dan mempersenjatai proxy itu. Perang berarti perang.”
Dia mengatakan bahwa tidak ada itikad baik dari otoritas Kyiv untuk bernegosiasi. Dia juga menyamakan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, mantan aktor, seperti Perdana Menteri Inggris Boris Johnson. Zelensky yang merupakan bekas aktor, lebih suka bermain dengan opini publik daripada menangani bernegosiasi dengan Rusia.
“Mereka mirip dalam hal kemampuan mereka bermain di galeri. Misalnya, mereka meniru negosiasi,” kata Lavrov.
Lavrov berkomentar panjang tentang perang Rusia Ukraina setelah adanya laporan bahwa Presiden Vladimir Putin mengabaikan kemungkinan menandatangani perjanjian dengan Ukraina. Putin dikabarkan marah setelah tenggelamnya Moskva, kapal utama Armada Laut Hitam.
Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba mengomentari pernyataan Lavrov. Perang nuklir sengaja diungkapkan karena Moskow merasa kalah di Ukraina.
“Rusia kehilangan harapan terakhir untuk menakut-nakuti dunia agar tidak mendukung Ukraina,” tulis Kuleba di Twitter.
“Jadi pembicaraan tentang bahaya 'nyata' dari Perang Dunia III, karena Moskow merasakan kekalahan di Ukraina. Oleh karena itu dunia harus menggandakan dukungan untuk Ukraina sehingga kami menang dan menjaga keamanan Eropa dan global.”
Baca: Duta Besar Hamianin Klaim Tiga Bank di Indonesia Blokir Transaksi ke Ukraina
AL JAZEERA | REUTERS