TEMPO.CO, Jakarta - Epidemiolog, yang nama dan tampangnya bersliweran di media, medsos dan televisi Jerman menyuarakan tindakan cepat melawan Covid-19 sepanjang pandemi ini, ditunjuk sebagai menteri kesehatan oleh Kanselir Olaf Scholz.
Pakar epidemi lulusan Harvard yang sering tampil dengan dasi kupu-kupu merah, Karl Lauterbach, 57 tahun, kini harus menyampaikan lebih dari sekadar kata-kata kepada publik yang frustrasi dan mengharapkan pemerintah baru Scholz mengukir jalan keluar dari pandemi.
Jerman, dipuji selama gelombang pertama Covid-19 karena menjaga tingkat kematian dan infeksi relatif rendah, mencatat 527 kematian pada Rabu, 8 Desember 2021, dalam serangan gelombang keempat pandemi Corona hingga membuat rumah sakit kelimpungan dan memaksa pihak berwenang mengunci warga yang tidak divaksinasi.
Pejabat kesehatan menyambut baik penunjukan Lauterbach dan mengatakan bahwa prioritas pertamanya adalah mematahkan resistensi terhadap vaksinasi yang baru mencapai 69,2% populasi dibandingkan dengan 87,3% di Portugal.
"Tantangan utama yang dia hadapi adalah meyakinkan mereka yang masih belum divaksinasi untuk divaksinasi," kata Dirk Heinrich, ketua asosiasi dokter praktek Virchowbund Jerman.
"Dia harus memotivasi mereka dengan kampanye positif dan pesan sederhana, 'Jika Anda divaksinasi, Anda akan sangat bermanfaat bagi diri sendiri dan orang-orang di sekitar Anda.'"
Pemerintahan Angela Merkel dikritik karena komunikasi dengan publik selama pandemi tidak mulus, sehingga mengakibatkan kebingungan dan frustrasi.
Kritikus menunjuk keputusan pemerintah pada Oktober untuk merekomendasikan booster bagi warga berusia 60 ke atas, bertentangan dengan komite ilmiah yang telah merekomendasikan suntikan tambahan untuk mereka yang berusia 70 atau lebih.
Lauterbach mendesak pemerintah di akhir musim panas untuk mulai menawarkan booster, menunjuk ke Israel yang pada bulan Juli menjadi negara pertama di dunia yang meluncurkan kampanye booster.
Pada bulan April 2021, Lauterbach mengungkap penelitian yang menunjukkan efektivitas dosis vaksin tunggal dalam mengurangi rawat inap. Karena vaksin langka ketika pertama kali tersedia, dia mendesak pemerintah untuk memberi jarak hingga 12 minggu antara suntikan pertama dan kedua sehingga lebih banyak orang menerima suntikan pertama, sebuah strategi yang pertama kali diadopsi di Inggris.
Dia mempunyai lebih dari 700 ribu pengikut di Twitter ditambah dengan latar belakang kelas pekerja, membuatnya memiliki suara yang kredibel di tengah publik yang frustrasi dengan elit politik.
Dalam pidato pertamanya kepada stafnya di Kementerian Kesehatan pada Rabu, Lauterbach mengatakan manajemen pandemi akan dipandu oleh bukti ilmiah, bukan pertimbangan politik.
"Kebijakan kesehatan hanya dapat berhasil jika didasarkan pada bukti ilmiah. Tujuan utama kita mengakhiri pandemi ini. Kita akan memberikan suntikan booster secepat mungkin."
Thorsten Benner dari Global Public Policy Institute (GPPi) mengatakan Scholz tidak punya pilihan selain menunjuk Lauterbach sebagai menteri kesehatan karena statusnya sebagai "bintang pop".
"Saya kira harapan Scholz adalah jika Lauterbach berhasil dalam manajemen pandemi harian, Scholz dapat fokus pada prioritas pemerintahan lainnya," kata Benner. "Alternatifnya adalah harus menjadikan Lauterbach sebagai jantung paralel."
Kampanye vaksinasi Jerman meningkat selama dua minggu terakhir dengan hampir satu juta suntikan dikirim setiap hari.
Benner mengatakan desakan Lauterbach pada panduan ilmiah dapat membuatnya berselisih dengan rekan-rekan di aliansi koalisi Scholz dari SPD-nya dengan Partai Hijau dan Demokrat Bebas (FDP) yang pro-bisnis.
FDP khususnya dapat menentang rencana masa depan untuk memberlakukan pembatasan yang lebih ketat pada kehidupan sehari-hari jika gelombang tersebut tidak dijinakkan untuk melindungi pemulihan ekonomi.
"Taruhan Scholz berisiko," kata Benner. "Lauterbach tahu bahwa jika dia mengalahkan dan mengganggu mitra koalisi dan Scholz, itu akan menjadi akhir masa jabatannya."