Jika ada pemuda Amerika yang tidak mendaftar Selective Service System, maka dia dapat dikenai hukuman seumur hidup. Sebagai contoh, pria yang tidak mendaftar tidak dapat menerima bantuan keuangan federal, dan mereka tidak dapat bekerja untuk pemerintah federal, kata Dr. Heck.
Untuk memeriksa apakah individu telah mendaftar, mereka dapat mengunjungi situs web Selective Service System.
Bisakah perempuan direkrut?
Tidak.
Secara historis, hanya laki-laki yang memenuhi syarat untuk wajib militer. Tetapi pertanyaan tentang apakah mendaftarkan perempuan telah mendapatkan perhatian dalam beberapa tahun terakhir, karena perempuan kini telah mengambil peran yang lebih luas dalam militer.
Pada 2015, Pentagon membuka semua posisi tempur untuk perempuan. Tahun lalu, seorang hakim federal di Houston memutuskan bahwa mengeluarkan perempuan dari wajib militer tidak konstitusional.
Sebagai bagian dari pekerjaannya, Komisi Nasional untuk Layanan Militer, Nasional dan Publik sedang mempertimbangkan apakah akan memperluas persyaratan pendaftaran untuk memasukkan perempuan. Laporan akhir mereka akan dirilis pada bulan Maret.
Apakah ada argumen untuk mengembalikan wajib militer?
Pada tahun 1860-an, gerombolan pekerja kulit putih yang sebagian besar lahir di luar negeri turun ke jalan-jalan di New York City untuk memprotes wajib militer selama Perang Sipil, membakar gedung-gedung dan menghasut serangan kekerasan terhadap penduduk kulit hitam.
Seabad kemudian, membakar kartu wajib militer menjadi simbol protes terhadap perang di Vietnam.
"Saya pikir benar untuk mengatakan bahwa wajib militer itu tidak pernah populer," kata Dr. Mittelstadt.
Tetapi Mittelstadt mengatakan ada argumen yang mendukung wajib militer modern, termasuk potensi untuk membuat militer lebih diwakili masyarakat.
Tidak mustahil wajib militer diberlakukan meski kemungkinannya masih jauh. Tetapi dengan kematian Jenderal Soleimani, potensi perang Amerika Serikat dengan Iran semakin menguat.
Para demonstran Iran meneriakkan slogan-slogan selama protes menentang pembunuhan Mayor Jenderal Iran Qassem Soleimani, kepala Pasukan elit Quds, dan komandan milisi Irak Abu Mahdi al-Muhandis, yang tewas dalam serangan udara di bandara Baghdad, di depan Kantor PBB di Teheran, Iran 3 Januari 2020. [WANA (Kantor Berita Asia Barat) / Nazanin Tabatabaee via REUTERS]
Dikutip dari TIME, Soleimani, 62 tahun, memimpin Pasukan Quds, cabang Garda Revolusi Iran yang bertanggung jawab untuk operasi di luar negeri, mulai dari sabotase dan serangan teror hingga memasok milisi yang beroperasi sebagai pasukan pengganti Iran.
Mayor Jenderal Qassem Soleimani diketahui melapor dan mendapat perintah langsung dari dan kepada Ayatollah Ali Khamenei, Pemimpin Tertinggi Iran, menurut Sky News.
Berdasarkan fakta ini, Perang Dunia III tak terelakan dan tergantung pada seberapa jauh respons Iran. Tetapi para pemimpin Iran telah menyerukan balas dendam.
Ayatollah Ali Khamenei juga mengatakan balas dendam dan mengancam akan melakukan jihad berdarah sebagai balas dendam.
"Semua teman dan musuh tahu bahwa perlawanan Jihad akan berlanjut dengan lebih banyak motivasi & kemenangan yang pasti menunggu para pejuang di jalan yang diberkati ini. Kehilangan Jenderal kita yang tercinta memang pahit. Pertarungan yang berkelanjutan & kemenangan akhir akan lebih pahit bagi para pembunuh & penjahat," kata Khamenei.
Banyak yang mengkritik serangan terhadap Jenderal Qassem Soleimani karena sama saja dengan membunuh panglima tertinggi negara lain, bahkan aksi ini dikecam oleh sekutu Amerika Serikat sendiri. Trump, bagaimana pun, mengatakan serangan terhadap Qassem Soleimani adalah tindakan pertahanan dan mencegah plot serangan mematikan terhadap personel Amerika Serikat di Timur Tengah.