Korea Utara Hukum Mati 4 Pekerja Media Korea Selatan

Reporter

Jumat, 1 September 2017 15:49 WIB

Seorang petugas berpose saat menjaga tokonya di komplek perumahan baru usai pembukaan di Ryomyong, Pyongyang, Korea Utara, 13 April 2017. REUTERS/Damir Sagolj

TEMPO.CO, Pyongyang - Pengadilan Korea Utara menghukum mati 2 wartawan Korea Selatan dan 2 pemimpin media tempat mereka bekerja karena mengulas sebuah buku yang dianggap menghina Korea Utara. Keempat pekerja media itu mengulas sebuah buku tentang ekonomi kapitalis di Korea Utara yang ditulis 2 wartawan Inggris.

Dalam sebuah artikel di media KCNA, juru bicara pengadilan mengatakan buku yang aslinya diterbitkan dalam bahasa Inggris dan telah diterjemahkan ke bahasa Korea sangat menghina martabat Korea Utara.

Baca: Kim Jong-un Perintahkan Tentara yang Kelaparan Curi Jagung Warga

Seperti yang dilansir Reuters pada 31 Agustus 2017, pengadilan menyatakan wartawan Son Hyo Rim dan Yang Ji Ho-yang bekerja untuk surat kabar Korea Selatan Dong-A Ilbo dan Chosun Ilbo serta Kim Jae Ho dan Pang Sang Hun, yang masing-masing menjabat sebagai pemimpin 2 media tersebut telah dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan Korea Utara.

"Para terpidana tidak memiliki hak untuk mengajukan banding dan eksekusi akan dilakukan setiap saat dan di mana saja tanpa melalui prosedur," kata juru bicara pengadilan.

Surat kabar konservatif Chosun Ilbo dan Dong-A Ilbo beberapa waktu lalu mengulas sebuah buku berjudul Rahasia Korea Utara yang ditulis oleh wartawan Reuters yang bertugas di Korea Selatan, James Pearson dan eks wartawan majalah the Economist, Daniel Tudor. Buku itu terbit tahun 2015.

Baca: Korea Utara Hukum Kerja Paksa Warga Amerika Serikat

Buku ini membahas perkembangan kehidupan sehari-hari Korea Utara yang berkisar seputar drama Korea Selatan yang beredar di pasar gelap dan barang fashion serta gaya rambut yang dikirim dari negara-negara tetangga. Warga yang mendapatkan barang 'ilegal' sering menyuap pejabat.

Buku itu kemudian diterjemahkan ke bahasa Korea dengan judul diubah menjadi "Republik Kapitalis Korea". Judul itu dianggap mengolok-olok karena memplesetkan nama resmi Korea Utara.

Pengadilan Korea Utara menggambarkan peninjauan buku tersebut sebagai perbuatan kejahatan terkutuk dengan penghinaan serius terhadap martabat Korea Utara. Namun, tidak ada hukuman yang dijatuhkan untuk penulis asli buku itu.

REUTERS|NEWSWEEK|YON DEMA

Berita terkait

Survei: 58 Persen Responden Percaya Beijing Gunakan TikTok untuk Pengaruhi Opini Warga Amerika Serikat

6 hari lalu

Survei: 58 Persen Responden Percaya Beijing Gunakan TikTok untuk Pengaruhi Opini Warga Amerika Serikat

Jajak pendapat yang dilakukan Reuters/Ipsos mengungkap 58 persen responden percaya Beijing menggunakan TikTok untuk mempengaruhi opini warga Amerika.

Baca Selengkapnya

Lebanon akan Menerima Yurisdiksi ICC atas Kejahatan Perang Israel di Wilayahnya

9 hari lalu

Lebanon akan Menerima Yurisdiksi ICC atas Kejahatan Perang Israel di Wilayahnya

Lebanon akan menerima yurisdiksi Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk mengadili kejahatan perang Israel di wilayahnya sejak Oktober lalu.

Baca Selengkapnya

Ditemukan Lagi Foto Keluarga Kerajaan Inggris yang Diedit

48 hari lalu

Ditemukan Lagi Foto Keluarga Kerajaan Inggris yang Diedit

Getty Images menemukan satu lagi foto keluarga Kerajaan Inggris yang sudah diedit.

Baca Selengkapnya

Investigasi PBB: Tank Israel Sengaja Menembak Sejumlah Reporter di Lebanon

54 hari lalu

Investigasi PBB: Tank Israel Sengaja Menembak Sejumlah Reporter di Lebanon

Investigasi Pasukan Sementara PBB di Lebanon menemukan tank Israel membunuh reporter Reuters Issam Abdallah dan melukai beberapa lainnya pada Oktober.

Baca Selengkapnya

Kantor Berita Papan Atas Tarik Foto Kate Middleton

57 hari lalu

Kantor Berita Papan Atas Tarik Foto Kate Middleton

Beberapa kantor berita papan atas menarik sebuah foto Kate Middleton karena dianggap sudah diedit berlebihan

Baca Selengkapnya

Survei Pernah Ungkap India sebagai Negara Tak Aman untuk Perempuan

58 hari lalu

Survei Pernah Ungkap India sebagai Negara Tak Aman untuk Perempuan

Survei yang dilakukan Thomson Reuters Foundation pada 2018 silam pernah mengungkap India sebagai salah satu negara tak aman untuk perempuan.

Baca Selengkapnya

Penyataan Prabowo Subianto yang Disorot Media Asing, Terbaru Sebut Demokrasi Sangat Melelahkan

7 Maret 2024

Penyataan Prabowo Subianto yang Disorot Media Asing, Terbaru Sebut Demokrasi Sangat Melelahkan

Prabowo Subianto belakangan ini menjadi sorotan media asing karena pencalonannya sebagai presiden serta beberapa pernyataan yang dilontarkannya.

Baca Selengkapnya

Meliput dan Menjalani Neraka di Gaza, Nasib Jurnalis Palestina di Ujung Tanduk

19 Desember 2023

Meliput dan Menjalani Neraka di Gaza, Nasib Jurnalis Palestina di Ujung Tanduk

Langsung dan tanpa filter, liputan jurnalis Palestina memberikan gambaran tentang neraka di Gaza akibat pengeboman Israel

Baca Selengkapnya

Abaikan Persetujuan Kongres, AS Kirim Belasan Ribu Peluru Tank ke Israel

10 Desember 2023

Abaikan Persetujuan Kongres, AS Kirim Belasan Ribu Peluru Tank ke Israel

Amerika Serikat telah menggunakan otoritas darurat untuk mengizinkan penjualan sekitar 14.000 peluru tank Merkava ke Israel tanpa persetujuan Kongres

Baca Selengkapnya

Israel soal Jurnalis Reuters Tewas di Lebanon: Itu Zona Pertempuran

8 Desember 2023

Israel soal Jurnalis Reuters Tewas di Lebanon: Itu Zona Pertempuran

Israel menanggapi penyelidikan Reuters tentang pasukannya membunuh jurnalis Reuters di Lebanon selatan dengan mengatakan itu zona pertempuran aktif.

Baca Selengkapnya