Setelah Referendum Turki, Masa Darurat Diperpanjang

Reporter

Rabu, 19 April 2017 13:46 WIB

Turki Presiden Recep Tayyip Erdogan, menyampaikan pidato selama reli pendukung sehari setelah referendum, di luar Istana Kepresidenan, di Ankara, Turki, 17 April 2017. AP/Burhan Ozbilici

TEMPO.CO, Ankara—Beberapa hari pasca-referendum konstitusi, parlemen Turki mengesahkan perpanjangan keadaan darurat yang sudah diberlakukan selama sembilan bulan sejak upaya kudeta gagal.

Seperti dilansir AFP dari media pemerintah Turki, Rabu 19 April 2017, keadaan darurat diperpanjang tiga bulan hingga 19 Juli mendatang.


Baca: Referendum Turki, Erdogan Keok di Ankara, Istanbul, dan Izmir

Ini berarti langkah kontroversial, yang berujung pada penangkapan 113 ribu orang, masih akan diberlakukan saat Turki memperingati satu tahun upaya kudeta gagal pada 15 Juli 2016.

Keputusan parlemen dipandang sebagai formalitas setelah langkah itu didukung oleh kabinet pada Senin, satu hari setelah referendum yang memberikan Presiden Recep Tayyip Erdogan kekuasaan lebih luas.


Belum diketahui alasan perpanjangan masa darurat. Namun ketegangan pasca-referendum meningkat setelah partai oposisi utama Turki mendesak pembatalan atas hasil referendum konstitusi.


Mereka menuding banyak dugaan kecurangan terjadi dalam proses referendum sehingga hasil referendum dianggap tidak sah.


Baca: Menang Referendum, Erdogan Minta Asing Hormati Keputusan Turki


Advertising
Advertising

Referendum konstitusi Turki digelar pada Ahad lalu. Hasil refedendum 51,4 persen pemilih setuju, sedangkan 48,63 persen menolak perubahan konstitusi. Tipisnya hasil referendum memunculkan dugaan kuat akan kecurangan serta manipulasi suara.


Referendum digelar untuk mengubah sistem pemerintahan Turki, dari parlementer menjadi presidensil.


Dengan perubahan tersebut, Presiden Turki saat ini, Recep Tayip Erdogan, dimungkinkan untuk mempertahankan kekuasaannnya sampai 2029. Selain itu, kewenangan presiden akan lebih besar dari sebelumnya.


Bulent Tezcan, Wakil Ketua Partai Rakyat Republik (CHP) mengatakan bahwa partainya akan mengajukan permohonan secara resmi untuk membatalkan hasil referendum. Menurutnya, segala upaya legal akan ditempuh. “Kami menuntut pembatalan referendum ini,” ujar Tezcan seperti dikutip AP.


Pihak oposisi telah merinci beberapa penyimpangan yang terjadi selama proses referendum. Salah satunya mengenai surat suara tanpa stempel resmi. Sementara menurut hukum Turki, surat suara sah harus memiliki stempel resmi sebagai persyaratan.


Namun hal itu dibantah pemerintah Turki. “Upaya membayangi hasil pemungutan suara dengan menebar rumor penipuan adalah upaya yang sia-sia,” ujar Binali Yildirim, Perdana Menteri Turki.


Menurutnya, kehendak rakyat yang bebas telah terepresentasi melalui kotak suara. Ia meminta agar semua pihak menghormati hasil referendum. “Ini aadalah sebuah kesalahan ketika orang-orang melakukan prostes setelah rakyat bersuara.”


Ketua Partai CHP, Kemal Kilicdaroglu, menuding bahwa komisi pemilihan umum tidak netral dan memihak kepada pemerintah. “Telah jelas bahwa dewan tinggi pemilihan tidak menerima mandat dari rakyat atau konstitusi, namun dari penguasa,” ujar dia.


Sementara itu, di Ankara, ratusan orang berdiri di luar kantor dewan pemilihan umum. Mereka turut mendesak agar hasil referendum dibatalkan, menyusul temuan surat suara tanpa stempel resmi. Aksi serupa juga dilaporkan terjadi di Istanbul. Kedua kota tersebut tercatat sebagai dua kota terbesar di Turki.


AFP | AP | DW | SITA PLANASARI AQUADINI

Berita terkait

Turki Tangkap Pemimpin Redaksi Cumhuriyet Tanpa Jelas Alasannya

12 Mei 2017

Turki Tangkap Pemimpin Redaksi Cumhuriyet Tanpa Jelas Alasannya

Polisi Turki menangkap pemimpin redaksi surat kabar online Cumhuriyet tanpa jelas alasannya.

Baca Selengkapnya

Malaysia Deportasi Tiga Pendukung Fethullah Gulen

12 Mei 2017

Malaysia Deportasi Tiga Pendukung Fethullah Gulen

Malaysia deportasi tiga pendukung Gulen yang dituduh terlibat percobaan kudeta pada Juli tahun lalu di Turki.

Baca Selengkapnya

Usai Referendum, Turki Putus Hubungan dengan Uni Eropa

3 Mei 2017

Usai Referendum, Turki Putus Hubungan dengan Uni Eropa

Sejumlah pemerintahan di Uni Eropa menuding sikap Presiden Turki Recep Tayyib Erdogan terhadap para pelaku kudeta Juli 2016 terlalu keras.

Baca Selengkapnya

KPU Turki Tolak Batalkan Hasil Referendum Konstitusi

20 April 2017

KPU Turki Tolak Batalkan Hasil Referendum Konstitusi

Komisi Pemilihan Umum Turki (YSK) menolak permintaan partai oposisi utama agar membatalkan hasil referendum mengenai perubahan konstitusi

Baca Selengkapnya

Presiden Erdogan Dirikan Museum Peringatan Kudeta Gagal  

19 April 2017

Presiden Erdogan Dirikan Museum Peringatan Kudeta Gagal  

Presiden Turki, Recep Tayyib Erdogan akan mendirikan museum khusus mengenang kudeta gagal pada 15 Juli 2016.

Baca Selengkapnya

49 Pengunjuk Rasa Tolak Referendum Turki Ditangkap

19 April 2017

49 Pengunjuk Rasa Tolak Referendum Turki Ditangkap

Sedikitnya 49 pengunjuk rasa ditahan setelah menggelar aksi protes menolak hasil referendum Turki.

Baca Selengkapnya

Hasil Referendum Turki Dievaluasi Setelah Oposisi Protes

19 April 2017

Hasil Referendum Turki Dievaluasi Setelah Oposisi Protes

Dewan Tertinggi Pemilihan Turki menyatakan pihaknya akan mengevaluasi hasil referendum setelah oposisi menyatakan keberatan.

Baca Selengkapnya

Pemantau Referendum Turki Duga 2,5 Juta Suara Dimanipulasi  

18 April 2017

Pemantau Referendum Turki Duga 2,5 Juta Suara Dimanipulasi  

Dewan Eropa, yang memantau referendum Turki, curiga lebih dari 2,5 juta suara telah dimanipulasi.

Baca Selengkapnya

Cuek Dikritik Barat, Erdogan: Biar Mereka Bicara ke Tangan Saya

18 April 2017

Cuek Dikritik Barat, Erdogan: Biar Mereka Bicara ke Tangan Saya

Presiden Turki,Erdogan tidak peduli dengan kritikan lembaga pemantau referendum dari Barat dan berujar: biarkan mereka bicara dengan tangan saya.

Baca Selengkapnya

Referendum Turki, Presiden Trump Ucapkan Selamat kepada Erdogan  

18 April 2017

Referendum Turki, Presiden Trump Ucapkan Selamat kepada Erdogan  

Presiden Trump menjadi pemimpin negara-negara Barat pertama yang mengucapkan selamat kepada presiden Turki, Erdogan atas kemenangan referendum.

Baca Selengkapnya