TEMPO Interaktif, Seoul:Bekas presiden Korea Selatan Choi Kyu-Hah kemarin wafat dalam usia 87 tahun. Choi selama ini dikenal sebagai presiden sipil yang mampu bertahan di tengah rejim militer yang pada masa itu mencengkeram kuat Negeri Gingseng tersebut. Choi wafat di Seoul National University Hospital setelah dirawat Ahad pagi lantaran koma. Dikabarkan ia mengidap jantung selama bertahun-tahun. "Ia mati karena serangan jantung," kata juru bicara rumah sakit seperti dikutip kantor berita Perancis AFP. Choi memulai karier sebagai pegawai negeri sejak 1946. Kariernya merangkak naik sejak terpilih menjadi menteri luar negeri pada 1967. Jabatan itu diembannya hingga 1971. Lalu melesat menjadi perdana menteri dari 1976-1979. Pada Oktober 1979 Presiden Park Chung-hee tewas dibunuh pengawal pribadinya. Choi pun didapuk menjadi presiden ke-10 menggantikan Park. Di bawah kepeminpinnya kran demokrasi di Korea Selatan dibuka lebar. Kritik diijinkan dan para tokoh oposisi yang ditahan semasa Park berkuasa dibebaskan. Rupanya upaya Choi itu tak disukai kalangan militer. Tak lama berselang Mayor Jenderal Chun Doo-Hwan dan pengikutnya menggelar kudeta. Choi pun terjungkal. Chun menggeser kepala staf gabungan dan memimpin administrasi pemerintahan. Ia mendeklarasikan negara dalam keadaan darurat. Sepak terjang Chun menuai protes dari kalangan pro-demokrasi di seantero Korea Selatan. Ujung-ujungnya lebih 200 pengunjuk rasa tewas digilas militer. Peristiwa itu lantas dikenal dunia sebagai "Pembantaian Gwangju". Chun pun resmi menjadi presiden menggantikan Choi pada 1 September 1980. Tapi upaya Choi tak serta merta tamat. Demokrasi akhrinya "menguasai" Korea Selatan pada 1987 menyusul demonstrasi besar-besaran menentang peran militer di negeri itu. Dan Choi kini pergi dengan lega. Andree Priyanto