Anggota pemberontak komunis Tentara Rakyat mengikuti upacara sebelum konferensi pers klandestin dii pegunungan Sierra Madre, Filipina, 23 November 2016. AP/Aaron Favila
TEMPO.CO, Manila - Pemberontak komunis Filipina mengatakan kelompoknya akan mengakhiri gencatan senjata sepihak yang menyatakan lima bulan lalu dan akan melanjutkan perang gerilya yang sudah merenggut puluhan ribu nyawa.
Sayap bersenjata komunis, Tentara Baru Rakyat (NPA) mengatakan pada Rabu, 1 Februari 2017, gencatan senjata yang disepakati sejak 28 Agustus 2016, akan dihentikan pada 10 Februari 2017. Namun, kelompok itu masih mendukung perundingan damai dengan pemerintah pimpinan Presiden Rodrigo Duterte.
"Berdasarkan pengalaman kami dan pihak lain, negosiasi dapat dilakukan saat pertempuran sehingga bisa segera mencapai kesepakatan yang sah untuk menyelesaikan penyebab konflik bersenjata dan meletakkan dasar untuk keadilan dan perdamaian yang abadi," kata juru bicara NPA, Ka Oris dalam satu pernyataan.
Seperti yang dilansir Manila Bulletin pada 1 Februari 2017, NPA juga mengatakan tindakan itu dilakukan karena pemerintah gagal memenuhi kewajibannya untuk memberikan pengampunan dan membebaskan semua tahanan politik.
NPA juga menuduh pemerintah memanfaatkan gencatan senjata untuk menginvasi wilayah mereka.
Penasihat presiden dalam negosiasi damai, Jesus Dureza mengatakan, bahwa pihaknya kecewa dengan keputusan NPA secara sepihak. Padahal wakil dari kedua pihak telah sepakat melanjutkan pembicaraan gencatan senjata bilateral.
Didirikan pada tahun 1968, gerilyawan yang bermarkas di daerah pedesaan itu gagal dalam negosiasi untuk mengakhiri pemberontakan dan partisipasi mereka dalam pemerintah dengan enam presiden Filipina, termasuk Rodrigo Duterte.
Begini Konflik Antara Duterte dan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr
31 Januari 2024
Begini Konflik Antara Duterte dan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr
Marcos bekerja sama dengan putri Duterte, Sara, untuk menjadikannya wakil presiden dalam kemenangan Pemilu 2022. Namun, keretakan dalam aliansi keluarga tersebut muncul ketika petahana telah menyimpang dari kebijakan anti-narkoba dan kebijakan luar negeri pendahulunya.