TEMPO Interaktif, Toronto: Tina Loffler bukanlah seorang pengguna narkoba atau pekerja seks komersial. Ia juga bukan perempuan yang mudah bersetubuh dengan siapa pun atau ceroboh. Dan ia tak pernah menginjakkan kaki di Benua Afrika.Terlebih lagi, perempuan asal Frankfurt, Jerman, yang kini berusia 26 tahun itu tak masuk golongan orang berisiko terjangkit virus mematikan penyerang kekebalan tubuh atau HIV.Tapi, sejak pacarnya merenggut kegadisannya ketika ia berusia 14 tahun, saat itu pulalah bibit HIV bersemi di tubuhnya. "Bisakah aku berkeluarga?" Loffler merenungi nasibnya. "Mungkinkah aku tetap menjalani profesiku ini?" Sebuah pertanyaan yang tak mungkin terpikir 25 tahun silam. Sejak virus mematikan ini muncul ke dunia pada Juni 1981 di Los Angeles dan New York, hingga kini sudah lebih dari 25 juta jiwa meregang nyawa akibat AIDS. Dan 40 juta lainnya positif terjangkit HIV.Di sejumlah belahan dunia penyebaran epidemi ini bahkan sulit dikendalikan. Yang mengejutkan, dalam Konferensi AIDS Sedunia ke-16 yang digelar di Toronto, Kanada, selama sepekan sejak Ahad dua pekan lalu, diketahui saban hari 8.000 jiwa mati karena AIDS dan 13 ribu lainnya terinfeksi HIV. Di Toronto, para peneliti mengemukakan pada 2025 bakal ada 100 juta jiwa yang terjangkit HIV. "Kemajuan (meredam epidemi HIV/AIDS) tak akan diraih bila jumlah orang yang terinfeksi lebih banyak ketimbang yang mendapat akses ke pengobatan," kata Dr Mark Wainberg, Direktur McGill University AIDS Centre di Toronto.Karena itu, dalam konferensi yang berlangsung sejak Ahad dua pekan lalu itu 26 ribu peserta menekankan pentingnya memperluas akses ke pengobatan bagi warga di negara-negara berkembang dan miskin macam Afrika yang rawan epidemi HIV/AIDS. SPEIGEL | PINKNEWS | ANDREE PRIYANTO
Aliansi Untuk Mengakhiri AIDS pada Anak di Indonesia Resmi Dibentuk!
2 Desember 2022
Aliansi Untuk Mengakhiri AIDS pada Anak di Indonesia Resmi Dibentuk!
Di Indonesia, hanya 25% dari anak-anak yang hidup dengan HIV menjalani pengobatan ARV yang menyelamatkan jiwa. UNAIDS Indonesia, Jaringan Indonesia Positif, Ikatan Perempuan Positif Indonesia, Lentera Anak Pelangi, dan Yayasan Pelita Ilmu menginisiasi aliansi baru untuk memperbaiki salah satu masalah yang paling mencolok dalam respon penanggulangan AIDS.