Xanana: Kebencian yang Disebarluaskan Hambat Perdamaian
Editor
Maria Rita Hasugian
Jumat, 19 Agustus 2016 19:01 WIB
TEMPO.CO, Malang — Mantan presiden dan perdana menteri Timor Leste Kay Rala Xanana Gusmao mengatakan kebencian dan dendam yang disimpan dan disebarluaskan hanya membuat dunia makin tidak aman.
Menurut Xanana, harus ada perubahan cara pandang para pemimpin dan warga dunia bahwa perdamaian tidak hanya bisa diciptakan dengan cara menghilangkan benci dan dendam, tapi juga melihat perdamaian bukan sebagai komoditas maupun kepentingan politik. Setiap pemimpin politik harus sungguh-sungguh bekerja keras demi rakyatnya, bukan demi kepentingan diri sendiri.
Ketulusan, Xanana melanjutkan, harus bisa mengatasi kepentingan ideologi dan politik yang sempit sehingga konsep perdamaian bisa dilaksanakan secara komprehensif. Tiap orang yang ingin berkontribusi untuk menciptakan perdamaian harus bisa mengendalikan hasrat dan kepentingan politik yang kotor.
Orang-orang yang ingin menciptakan perdamaian pun harus bisa berdamai dengan masa lalu mereka yang buruk. Semua tindakan politik, misalnya, tidak boleh didasari oleh kebencian. “Semua orang pasti punya pengalaman buruk. Tapi kalau semua berangkat dari pengalaman buruk, tidak akan ada perdamaian. Apalagi kalau kita sampai menyebarluaskan kebencian dan dendam itu,” kata Xanana Gusmao di Malang, Jumat, 19 Agustus 2016. Paparan Xanana setebal 12 halaman.
Xanana menyampaikan pendapatnya itu sebagai pembicara utama dalam Annual Malang International Peace Conference (Amipec) kedua yang diselenggarakan di Universitas Islam Raden Rahmat, Jalan Raya Mojosari, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Amipec II ini diselenggarakan hingga hari ini, 19 Agustus 2016.
Acara itu dihadiri wakil dari Indonesia, Thailand, Amerika, Senegal, Selandia Baru, Singapura, Kenya, dan Uganda.
Xanana mencontohkan pengalamannya sendiri saat menjadi gerilyawan selama berlangsungnya konflik di Timor Timur, nama lama Timor Leste saat menjadi provinsi ke-27 Indonesia. Xanana bisa berdamai dan menyerukan rakyat Timor Leste untuk tidak lagi menyebarkan kebencian pada Indonesia dan dengan begitu hubungan bertetangga Indonesia dan Timor Leste tetap berlangsung baik dan mulus.
Selain itu, kata Xanana, perdamaian harus diajarkan melalui jalur pendidikan. Masalahnya, banyak pendidikan di dunia yang dikelola layaknya aset politik demi kepentingan negara-negara tertentu. Itulah sebabnya Xanana sangat mengapresiasi dan bersedia hadir di Universitas Raden Rahmat, sebuah perguruan tinggi swasta kecil milik Nahdlatul Ulama yang berada jauh dari pusat kota Malang.
Xanana sangat berharap, perguruan tinggi bisa berperan sebagai produsen intelektual muda yang nantinya sudi menjadi agen perdamaian. Begitu pula, sebaiknya perdamaian diajarkan di sekolah-sekolah untuk tujuan serupa.
“Saya sangat senang dan bangga bisa hadir di sini. Kalau kita bicara perdamaian, tak perlu banyak pakar yang ngomong perdamaian. Teori-teori itu sudah cukup, yang penting itu aksi nyata walau harus dimulai dari kampus kecil di daerah yang kecil,” kata Xanana.
Lantaran sangat berharap pada generasi muda pula Xanana rela melepaskan jabatan perdana menteri Timor Leste pada medio 2015. Ia ingin regenerasi kepemimpinan di Timor Leste berlangsung lancar. Generasi muda Timor Leste pula yang sangat diharapkan Xanana untuk melanjutkan tindakan aktif Timor Leste sebagai agen perdamaian di berbagai belahan dunia.
ABDI PURMONO