TEMPO.CO, Canberra - Trauma dan penganiayaan yang dialami anak-anak yang ditahan di pusat penahanan Australia terbongkar dalam dokumen yang bocor dari orang dalam Keimigrasian Australia. Lebih dari 2.000 insiden dilaporkan terjadi di pusat penahanan di Pulau Nauru, seperti dilansir media Inggris, Guardian, Kamis, 11 Agustus 2016.
File Nauru—istilah bocoran dokumen itu—mengungkap serangan, pelecehan seksual, upaya menyakiti diri, dan kondisi yang dialami para pencari suaka yang ditahan pemerintah Australia di pulau terpencil di Samudra Pasifik itu.
Menteri Imigrasi Australia Peter Dutton menuding laporan dokumen itu sebagai kamuflase para pencari suaka. Tujuannya adalah mereka dibolehkan masuk Australia. “Saya tidak menoleransi pelecehan seksual apa pun. Tapi saya tahu beberapa insiden yang dilaporkan itu palsu, karena mereka ingin masuk negara kami,” kata Dutton, seperti dilaporkan Guardian.
Guardian menerbitkan seluruh dokumen bocoran itu. Laporan ditulis anggota staf di Pusat Penahanan Nauru antara 2013 dan 2015 dalam sebuah basis data daring. Secara total, ada 1.086 insiden atau lebih dari separuh (51,3 persen) 2.166 laporan menimpa anak-anak. Padahal di tempat itu anak-anak hanyalah 18 persen dari jumlah total tahanan di Nauru saat laporan dibuat, yakni 13 Mei-Oktober 2015.
Penemuan ini terjadi hanya beberapa pekan setelah perlakuan brutal terhadap anak-anak muda dan remaja di Northern Territory terungkap. Perdana Menteri Malcolm Turnbull memerintahkan penyelidikan terhadap kasus Northern Territory.
Dalam laporan disebutkan penjaga menyergap seorang anak laki-laki dan mengancam akan membunuhnya, jika dia kembali ke masyarakat. Beberapa laporan lain menyebutkan anak-anak trauma akibat kondisi di Nauru.
Setelah laporan tersebut beredar, kalangan politikus parlemen Inggris mendesak pemerintah memanggil komisioner atau Duta Besar Australia dan Selandia Baru untuk menjelaskan hal tersebut.