Terungkap, Dokumen Kekerasan terhadap Anak di Penjara Nauru  

Reporter

Editor

Pruwanto

Kamis, 11 Agustus 2016 01:02 WIB

Angkatan Laut Australia melakukan proses evakuasi imigran gelap yang tenggelam di perairan pulau Panaitan, Pandegelang, Banten, (31/8). TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat

TEMPO.CO, Jakarta - Lebih dari 2.000 insiden kekerasan terjadi di sebuah penjara Australia terhadap pencari suaka di Nauru. Berdasarkan laporan Guardian, separuh korban kekerasan adalah anak-anak. Dalam bocoran dokumen yang dipublikasikan Guardian Australia secara rinci, Rabu, 10 Agustus 2016, anak-anak korban pelecehan di Nauru mengalami trauma.

Aturan penjara yang superketat dan kebijakan imigrasi Australia terhadap imigran banyak dikritik Perserikatan Bangsa-Bangsa dan kelompok pegiat hak asasi manusia. Negara Kanguru itu mencegat pencari suaka di laut serta mengirim mereka ke Nauru dan penjara lain di Pulau Manus, Papua Nugini. "Mereka tidak akan pernah bisa menetap di Australia," seperti ditulis Al Jazeera, Rabu, 10 Agustus 2016.

Imigran yang mencari suaka ke Australia berjumlah lebih kecil dibanding pengungsi yang pergi ke Eropa. Namun persoalan imigran itu menjadi masalah dalam negeri yang memiliki dukungan politik bipartisan. Australia mengatakan sedang mengkonfirmasi bahwa semua laporan telah ditangani polisi Nauru.

UNHCR meminta Australia melepaskan semua pengungsi dan pencari suaka dari penjara. "Meskipun UNHCR tidak dapat memverifikasi insiden orang per orang dalam laporan itu, dokumen yang dirilis secara luas memunculkan kekhawatiran UNHCR atas kesehatan mental, serta kondisi keseluruhan pengungsi dan pencari suaka di Nauru."

"Sangat penting untuk dicatat bahwa banyaknya laporan atas kejadian ini mencerminkan tuduhan yang belum dikonfirmasi," kata juru bicara Departemen Imigrasi Australia.

Insiden yang dilaporkan Guardian terjadi pada periode antara Agustus 2013 dan Oktober 2015. Sebanyak 20 persen dari sekitar 500 tahanan ditahan di Nauru. Sementara itu, ada 59 laporan kekerasan pada anak-anak pada periode tersebut. Tujuh di antaranya adalah kasus kekerasan seksual.

Kelompok hak asasi manusia mendesak pemerintah Australia mengakhiri kebijakan penahanan lepas pantai Australia. Pemerintah Australia menyatakan perlunya dukungan medis dan psikologis kepada pencari suaka. "Hal ini jelas dari dokumen-dokumen dan penelitian kami sendiri, bahwa banyak kekerasan fisik atau mental yang mereka alami di Nauru," kata Anna Neistat, Direktur Senior untuk Penelitian Amnesty International.

Human Rights Watch dan Amnesty International menyelidiki kasus Nauru pada Agustus. Temuan mereka tersedia secara online. Dalam wawancara dengan Al Jazeera, Koordinator Amnesty International Australia, Graham Thom, mengatakan, "Kita perlu mendesak Royal Commission melihat pelanggaran yang terjadi di Nauru. Mereka (para pengungsi dan pencari suaka) harus segera dibawa kembali ke Australia."

AL JEZEERA | ARKHELAUS W

Berita terkait

Diprotes, Foto PM Australia Turnbull Gendong Cucu Sambil Ngebir

15 September 2017

Diprotes, Foto PM Australia Turnbull Gendong Cucu Sambil Ngebir

Perdana Menteri Australia, Malcolm Turnbull menjadi sasaran amukan netizen saat fotonya menggendong cucu sambil memegang segelas bir jadi viral.

Baca Selengkapnya

Pine Gap Australia Pasok Data Intelijen Soal Indonesia ke Amerika  

22 Agustus 2017

Pine Gap Australia Pasok Data Intelijen Soal Indonesia ke Amerika  

Markas intelijen Australia, Pine Gap, yang memasok informasi tentang Indonesia dan negara-negara lain ke Amerika berlokasi di kawasan terpencil.

Baca Selengkapnya

Kaki Remaja Australia Ini Penuh Darah Usai Berendam di Pantai

8 Agustus 2017

Kaki Remaja Australia Ini Penuh Darah Usai Berendam di Pantai

Remaja Australia ini kaget menyaksikan kedua pergelangan kakinya berlumuran darah setelah direndam di tepi pantai. Ayahnya menemukan jawabannya.

Baca Selengkapnya

Ups, PM Australia Tertangkap Basah Mengejek Donald Trump

16 Juni 2017

Ups, PM Australia Tertangkap Basah Mengejek Donald Trump

PM Australia Malcolm Turnbull saat ini kewalahan menghadapi sorotan media setelah dirinya tertangkap basah mengolok-olok Presiden Amerika Donald Trump

Baca Selengkapnya

Terlalu Ramah, Anjing Ini Dipecat Dari Kepolisian -Oops

9 Juni 2017

Terlalu Ramah, Anjing Ini Dipecat Dari Kepolisian -Oops

Gavel yang baru berusia berusia satu tahun itu, harus kehilangan posisi karena dinilai terlalu ramah dan manja untuk berada dalam tim polisi.

Baca Selengkapnya

Cina Dituduh Lakukan Aksi Intelijen Besar-Besaran di Australia

12 Mei 2017

Cina Dituduh Lakukan Aksi Intelijen Besar-Besaran di Australia

Pejabat di Kementerian Pertahanan Australia mengungkapkan Cina selama ini melakukan aksi intelijen besar-besaran terhadap Australia.

Baca Selengkapnya

Pria Pengangguran Ini Menang Lotere Hampir 500 Miliar Rupiah

12 Mei 2017

Pria Pengangguran Ini Menang Lotere Hampir 500 Miliar Rupiah

Seorang pria yang sedang menganggur di Australia memenangkan hadiah lotere sebesar $ 50 juta atau hampir Rp 500 miliar.

Baca Selengkapnya

Anaknya Banyak Omong, Ayah Mendampinginya di Kelas

11 Mei 2017

Anaknya Banyak Omong, Ayah Mendampinginya di Kelas

Brad Howard dengan senang hati mendampingi putranya di dalam kelas karena anaknya dihukum guru.

Baca Selengkapnya

Dukung Perkawinan Sejenis di Australia, Bos Qantas Dilempar Pie

10 Mei 2017

Dukung Perkawinan Sejenis di Australia, Bos Qantas Dilempar Pie

Bos Qantas, Alan Joyce dilempar pie gara-gara mendukung perkawinan sesama jenis di Australia.

Baca Selengkapnya

Pertama Kali, Politikus Australia Menyusui Bayinya di Parlemen

10 Mei 2017

Pertama Kali, Politikus Australia Menyusui Bayinya di Parlemen

Politikus sayap kiri Partai Hijau Australia, Larissa Waters menjadi politikus prtama yang menyusui bayinya di gedung parlemen.

Baca Selengkapnya