Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak menghadiri KTT ASEAN ke-27 di Kuala Lumpur, Malaysia, 21 November 2015. REUTERS
TEMPO.CO, Kuala Lumpur - Lembaga penggiat Hak Asasi Manusia (HAM), Amnesty International mengingatkan undang-undang keamanan baru Malaysia yang mulai diberlakukan pada Senin (1 Agustsus) akan memberikan keleluasaan bagi pemerintah saat ini untuk semakin bertindak semena-mena.
Akta Dewan Keamanan Negara (MKN) yang berlaku pada 1 Agustus memungkinkan Perdana Menteri Datuk Seri Najib Razak semakin menguatkan posisinya yang sedang menghadapi tekanan agar mengundurkan diri dari jabatannya disebabkan dugaan terlibat skandal keuangan.
Akta tersebut, menurut Amnesty, memberikan kemungkinan bagi pemerintah untuk menetapkan keadaan darurat terhadap suatu daerah yang dianggap berada di bawah ancaman keamanan. Pemerintah dapat memberlakukan jam malam dan mengizinkan pasukan keamanan memeriksa setiap individu, kendaraan atau bangunan tanpa menunjukkan surat perintah.
Hukum keamanan nasional baru tersebut ditujukan untuk melawan ancaman terorisme, tapi kritikus mengkhawatirkan Najib akan menggunakannya sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan.
Amnesty mengatakan undang-undang itu akan memberikan pemerintah Malaysia kewenangan lebih dalam untuk menginjak HAM dan dapat bertindak tanpa dikenakan hukuman.
"Dengan undang-undang baru ini, pemerintah kini dapat melakukan pemeriksaan dan diasumsikan berpotensi untuk menyalahgunakan kekuasaan," kata Wakil Direktur Amnesti bagi Asia Tenggara dan Pasifik, Josef Benedict dalam satu pernyataan.
Amnesty mengatakan Najib dan pemerintahannya semakin sering menggunakan hukum yang menindas atas alasan melindungi keamanan negara, tetapi secara praktek membahayakan HAM.
Sebelumnya Kantor perwakilan HAM PBB regional ASEAN pada minggu lalu juga mengatakan sangat khawatir terhadap undang-undang itu sehingga mungkin mendorong kenaikan pelanggaran HAM dan menyebabkan pembatasan terhadap kebebasan berekspresi dan berkumpul.