Rencana Oposisi Gagal, Xanana Tetap Dukung Alkatiri
Reporter
Editor
Jumat, 16 Juni 2006 19:55 WIB
TEMPO Interaktif, Dili:Rencana kalangan oposisi Timor Leste untuk menggulingkan pemerintahan Mari Alkatiri kandas di tengah jalan. Pasalnya, Presiden Xanana Gusmao menyatakan tetap mendukungan keberadaan Perdana Menteri dari partai Fretilin itu.Sebelumnya, para tokoh oposisi negera tersebut dalam sebuah pertemuan di Dili telah merancang proposal yang akan diserahkan kepada Presiden Xanana Gusmao. Proposal itu bertujuan mendesak Xanana untuk segera membentuk pemerintahan transisi dan menggusur Alkatiri dari jabatannya."Berdasarkan konstitusi, saat ini Presiden Xanana tidak memiliki kekuasaan untuk membekukan pemerintahan dan parlemen nasional. Hal itu hanya bisa terlaksana jika Presiden Xanana mengeluarkan dekrit," kata Manuel Tilman, anggota parlemen dari fraksi oposisi kepada Tempo di Dili, Jumat siang tadi.Presiden Xanana ketika berpidato di hadapan parlemen pada Rabu lalu menyatakan dukungannya kepada Perdana Menteri Alkatiri hingga Pemilu 2007 dilaksanakan di negara setengah pulau itu. "Sesuai amanat konstitusi, sebagai presiden saya mempunyai kewenangan untuk menjaga dan mengamankan konstitusi hingga 2007 mendatang," kata Xanana.Pemimpin kelompok militer pemberontak, Mayor Alfredo Reinaldo Alves dari markasnya di wilayah pegunungan Maubessi, Distrik Ainaro, menyatakan dukungannya terhadap rencana kalangan oposisi dan sejumlah kaum intelektual Timor Leste. "Saya sangat mengharapkan dukungan dari rakyat dan kaum intelektual untuk bisa mewujudkan rencana penggulingan terhadap Alkatiri," tegasnya.Sementara itu, Uskup Dili, Mgr. Alberto da Silva Ricardo sejak pekan lalu melakukan kunjungan ke sejumlah barak pengungsian di Kota Dili. Uskup Ricardo mengajak umat Katolik di Dioses Dili untuk terus berdoa bagi perbaikan situasi dan kondisi keamanan di negara itu.Kehadiran Uskup Dili di tengah pengungsi disambut isak tangis para pengungsi yang rumahnya dibakar dan dijarah massa sejak meletusnya konflik etnis dan kerusuhan berdarah, Mei lalu.Alexandre Assis