Tiongkok diduga membangun sistem radar di beberapa pulau-pulau di Laut Cina Selatan yang diklaimnya. Asian Maritime Transparency Initiative, pada 23 Februari 2016, merilis foto-foto satelit yang memperlihatkan pembangunan instalasi radar di kepulauan yang menjadi sengketa. REUTERS/CSIS Asia Maritime Transparency Initiative/DigitalGlobe
TEMPO.CO, Manila - Pemerintah Filipina menyambut baik keputusan Pengadilan Arbitrase Internasional yang menolak klaim sejarah sembilan garis putus (nine dash line) Cina di Laut Cina Selatan.
Menteri Luar Negeri Filipina Perfecto Rivas Yasay menganggap keputusan itu sebagai terobosan dan merupakan kontribusi penting dalam menyelesaikan sengketa di Laut Cina Selatan.
"Filipina menegaskan komitmen mengejar penyelesaian damai dari sengketa dengan pandangan untuk meningkatkan perdamaian dan stabilitas di kawasan," kata Yasay di Manila, Selasa, 12 Juli 2016.
Dalam keputusan sepanjang lebih dari 500 halaman, tribunal antara lain menetapkan klaim sejarah atas Laut Cina Selatan oleh Cina tidak dapat diterima. Selain itu, tindakan Cina yang mereklamasi dan membangun pulau buatan di tujuh karang di Kepulauan Spratly telah melanggar kewajiban menahan diri.
Adapun Cina, melalui situs Kementerian Luar Negeri dan berbagai media pemerintah, seperti kantor berita Xinhua, menyatakan keputusan tribunal tidak sah dan tidak memiliki kekuatan mengikat secara hukum. "Tiongkok tidak menerima dan tidak mengakuinya," bunyi pernyataan yang dilansir di situs berita Cina, CRI.CN.