Kongres Anti Hukuman Mati di Oslo, dan Mimpi Komunitas Dunia
Editor
Bobby Chandra
Rabu, 22 Juni 2016 19:59 WIB
TEMPO.CO, Oslo - Kongres Dunia Melawan Hukuman Mati yang ke-6 atau The 6th World Congress Against the Death Penalty bakal dibanjiri 1.300 peserta dari 80 negara mulai Selasa sampai Kamis, 21-23 Juni 2016, di gedung Opera House Oslo, Norwegia. Peserta, yang terdiri atas 200 diplomat, 20 menteri, anggota parlemen, pengacara, akademikus, dan kelompok masyarakat sipil menyerukan penghapusan hukuman mati di seluruh dunia untuk jenis kejahatan apapun, termasuk terorisme.
Dari Indonesia, hadir beberapa aktivis lembaga non-pemerintah dan pengacara yang selama ini giat berkampanye menghapus hukuman mati. Kongres dibuka oleh Menteri Luar Negeri Norwegia Børge Brende mengatakan hukuman mati adalah persoalan global yang tidak terbatas pada agama, tradisi, dan kebudayaan tertentu. “Untuk membuat kemajuan dalam menghapus hukuman mati, kita harus fokus secara global,” kata Borge Brende di Opera House, Selasa malam.
Karena itu, menurut Brende, peran Perserikatan Bangsa-Bangsa menjadi sangat penting untuk melawan hukuman mati. Selain itu, kata dia, inisiatif dari banyak pihak (negara, PBB, ahli, dan individu) dalam penghapusan mati akan mempercepat penghapusan hukuman mati. “Pekerjaan kita tidak hanya mengutuk hukuman mati. Kerjasama dan dialog adalah elemen kunci untuk mengakhiri hukuman mati,” kata Brende.
Menurut data Amnesty International, tahun lalu sebanyak 1.634 orang lebih dieksekusi mati karena berbagai kasus kejahatan, 89 persen di antaranya di eksekusi di Iran, Pakistan, dan Arab Saudi. Jumlah yang dieksekusi itu tidak termasuk di Cina, yang dikenal tertutup soal eksekusi mati. Jumlah yang dieksekusi ini meningkat 54 persen dibanding tahun sebelumnya (termasuk eksekusi di Cina).
Sampai akhir 2015, menurut World Coalition Against the Death Penalty, 103 negara telah menghapus hukuman mati untuk semua jenis kejahatan. Kini masih 58 negara dan teritorial yang menjalankan hukuman mati, termasuk Indonesia, Amerika Serikat, Iran, Irak, Cina. Indonesia belum berencana memoratorium eksekusi mati walau eksekusi 14 terpidana tahun lalu menuai kritik dari dalam negeri dan komunitas internasional.
Bahkan April lalu, Jaksa Agung Indonesia Muhammad Prasetyo mengatakan eksekusi gelombang ketiga untuk 14 narapidana narkotik siap dilaksanakan. Menurut Prasetyo, para terpidana yang akan menjalani eksekusi sudah di Lembaga Pemasyarakatan Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Kala itu, beredar kabar bahwa eksekusi mati akan digelar awal Mei lalu.
Kongres di Oslo yang diselenggarakan oleh ECPM (Ensemble contre la peine de mort, Together Against the Death Penalty) Prancis dengan dukungan Kementerian Luar Negeri Norwegia, Prancis, dan Australia ini diisi dengan dua sesi besar, delapan diskusi, delapan lokakarya, dan lima pameran yang mengkampanyekan hukuman mati.
Menurut Direktur Eksekutif ECPM Raphael Chenuil Hazan, seperti halnya penyiksaan dan perbudakan, praktik hukuman mati mendesak untuk dibuang dari masyarakat dunia. "Kami memiliki mimpi menghapus hukuman mati secara global," ujarnya.
AHMAD NURHASIM (OSLO)