TEMPO.CO, Tel Aviv- Perusahaan Faception Israel mengklaim telah mengembangkan teknologi yang mampu mengidentifikasi karakter seseorang berdasarkan analisis komputer atas wajah manusia. Teknologi ini akan mengidentifikasi apakah seseorang itu teroris, pedofil, maling, koruptor, atau kejahatan kerah putih lainnya.
"Kepribadian kita ditentukan oleh DNA dan tercermin pada wajah kita. Itu semacam sinyal," kata kepala eksekutif Faception Shai Gilboa, dikutip dari laman Alaraby.co.uk. "Fokus utama kami adalah keamanan dalam negeri dan keselamatan publik."
Gilboa mengatakan Faception menggunakan 15 klasifikasi untuk menentukan profil seseorang. Perusahaan berbasis di Tel Aviv itu juga mengatakan sudah menandatangani kesepakatan dengan agen keamanan dalam negeri untuk membantu mengidentifikasi penjahat, seperti teroris, pedofil, dan pencuri.
Menurut Gilboa, teknologi ini memiliki akurasi 80 persen dan telah terbukti berhasil mengidentifikasi beberapa orang yang terlibat dalam serangan di Paris pada November lalu. "Faception berhasil mengidentifikasi sembilan dari mereka yang berpotensi teroris tanpa mendapat informasi lain selain gambar wajah mereka," ujar Gilboa. "Itu sebabnya kami menandatangani kontrak dengan badan keamanan terkemuka negara."
Namun, sementara perusahaan mengklaim program itu mampu membedakan orang baik dan para penjahat, hal ini menimbulkan pertanyaan etis yang mendalam tentang determinisme biologis dan batasan teknologi dalam memerangi kejahatan. Gilboa, yang juga menjabat sebagai kepala etika perusahaan, percaya penggunaan teknologi tersebut dapat diatasi menggunakan data tambahan untuk membantu mengidentifikasi penjahat.
Pendapat berbeda alias keraguan akan kemampuan temuan ini diungkapkan seorang profesor psikologi di Princeton. "Bukti bahwa ada akurasi dalam penilaian sangatlah prematur dan lemah," tutur Alexander Todorov. "Kita berpikir bahwa fisiognomi (ilmu membaca karakter wajah seseorang) berakhir seratus tahun yang lalu."
Setelah lama tenggelam oleh berita Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan sengkarut Timur Tengah, kisruh Palestina-Israel kini kembali menjadi pusat perhatian dunia. Setiap hari sejak 14 Juli, warga Palestina di Yerusalem Timur dan Tepi Barat berdemonstrasi menentang pemasangan detektor logam di pintu-pintu masuk ke kompleks Masjid Al-Aqsa (Al-Haram Al-Syarif). Palestina memandangnya sebagai upaya Israel untuk mengontrol tempat suci tersebut.