Seorang wanita melihat landasan udara yang diselimuti kabut asap yang dikirim dari Indonesia di bandara Changi, Singapura, 29 September 2015. Kabut asap kiriman dari pembakaran hutan ilegal telah menyelimuti beberapa wilayah Singapura dan Malaysia. REUTERS/Edgar Su
TEMPO.CO, Kuala Lumpur - Jangan sekali-kali menyebut kata "bom" di bandara Malaysia. Otoritas negara itu menerapkan aturan kontroversial yang menyatakan siapa saja yang menyebut “bom” di daerah-daerah tertentu, terutama di bandara, tidak peduli dalam situasi bercanda, akan ditangkap.
"Banyak dari mereka yang tertangkap mengucapkan kata 'bom' dengan maksud bercanda di tempat check-in dan di sekitar bandara," kata Abdul Aziz Ali dari Kepolisian Sepang. "Orang-orang harus tahu bahwa ini bukan sesuatu yang bisa dianggap remeh. Ini dapat membawa konsekuensi serius."
Abdul Aziz menambahkan, pelanggar aturan itu dikenai Kode 92 Rencana Darurat Bandara.
Sebagaimana dilansir dari laman Asian Correspondent, Rabu, 4 Mei 2016, 15 wisatawan telah menjadi korban aturan ini. Menurut petugas, mereka ditangkap dalam rentang waktu satu tahun di Bandara Internasional Kuala Lumpur dan terminal pembayaran KLIA2.
Aziz Ali berujar, 15 orang itu bersiap menghadapi persidangan di bawah tuduhan melakukan intimidasi kriminal. Jika terbukti bersalah, 15 orang itu terancam dibui selama 7 tahun penjara atau denda dalam jumlah besar, bergantung pada putusan pengadilan.
Tahun lalu pemerintah menghadapi tujuh kasus tentang pelanggaran larangan menggunakan kata "bom" secara sembarangan, dan tahun ini ada delapan kasus. "Jumlah kasus terus meningkat, dan ini tren yang sangat mengkhawatirkan," tutur Aziz Ali.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Malaysia telah meningkatkan keamanan di bandara dan tempat umum lain dari ancaman terorisme.
Dalam akun Twitter-nya, mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menulis "Harapan yang menggunung". Setelah melalui jalan panjang, akhirnya koalisi oposisi dideklarasikan secara resmi dengan logo bertulisan "HARAPAN", yang huruf "A" keempat berupa anak panah Arjuna- tokoh dalam kisah epik Mahabarata. Dengan pilihan ini, metamorfosis Pakatan Rakyat, partai oposisi Malaysia, membayangkan pemilihan umum yang akan datang sebagai arena perang melawan Karna, yakni Barisan Nasional- partai berkuasa sekarang.