Konflik Undang-Undang 9/11, Obama Berkunjung ke Arab Saudi

Reporter

Editor

Grace gandhi

Selasa, 19 April 2016 15:25 WIB

Presiden Amerika Serikat, Barack Obama melambaikan tangan saat keluar dari pesawat Air Force One di Bandara Internasional Havana, Kuba, 21 Maret 2016. Obama merupakan presiden Amerika pertama yang berkunjung ke Kuba sejak 88 tahun. REUTERS/stringer

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Amerika Serikat Barack Obama bertolak ke Arab Saudi hari ini, di tengah ketegangan kedua negara setelah Kongres berencana menyetujui undang-undang yang memungkinkan negara teluk itu dihadapkan ke pengadilan negara AS atas kertelibatannya dalam serangan 11 September 2001.

Obama akan tiba di Riyadh pada Rabu, 20 April 2016 dan mengadakan pertemuan dengan Raja Salman dan pejabat Saudi lainnya.

Seperti dilansir dari laman Telegraph, meski undang-undang - Justice Against Sponsors of Terrorism Act - belum dibahas di Senat, tapi itu telah memicu kemarahan Riyadh.

Gedung Putih sendiri tampaknya kesulitan membatalkan undang-undang yang telah didukung dua partai besara negara, Partai Republik dan Demokrat. Termasuk keluarga korban tragedi 9/11 yang menyadari undang-undang inu akan memungkinkan mereka untuk menuntut Pemerintah Saudi.

"Jika Anda pada dasarnya mendanai dan mensponsori serangan teroris di tanah Amerika, Anda harus bertanggung jawab atas kerusakan," kata John Cornyn, senator nomor dua Partai Republik dan pendukung garis keras undang-undang itu.

Sebagaimana diketahui, 15 dari 19 pelaku pembajak pesawat dari teror 9/11 adalah warga Saudi. Tapi keterlibatan pejabat Saudi dalam serangan kelompok al-Qaeda itu tidak pernah terbukti. Para pejabat Saudi telah lama membantah bahwa kerajaan memiliki peran apapun dalam peristiwa serangan 11 September.

Komisi 9/11 yang menyelidiki serangan pun hingga saat ini belum memiliki bukti bahwa baik Pemerintah Arab Saudi maupun pejabat senior serta individual negara itu telah mendanai organisasi teroris yang melakukan serangan tersebut.

Karena itulah Arab Saudi kemudian mengancam jika Kongres menyepakati undang-undang tersebut, negara itu akan menarik ratusan miliar dolar aset mereka yang berada di Amerika.

Adel al-Jubeir, Menteri Luar Negeri Arab, mengatakan kepada para politisi di Washington bulan lalu bahwa kerajaan akan terpaksa menjual aset senilai US$ 750 miliar di negara itu untuk menghindari dibekukan oleh pengadilan AS.

Gedung Putih bereaski cepat dengan mengatakan pada Senin bahwa Obama akan memveto upaya maengesahkan undang-undang tersebut.

"Keprihatinan kami tentang hukum ini tidak terkait dengan dampaknya pada hubungan kami dengan negara tertentu," kata Josh Earnest, Sekretaris Pers Gedung Putih.

"Perhatian yang kami miliki hanyalah, itu bisa menempatkan Amerika Serikat, pembayar pajak, anggota layanan dan diplomat kami pada risiko signifikan jika negara-negara lain mengadopsi undang-undang serupa."

Bob Graham, mantan senator yang ikut memimpin penyelidikan 9/11, mengatakan kepada CNN bahwa ia "marah tapi tidak terkejut" oleh ancaman Saudi.

"Saudi telah tahu apa yang mereka lakukan di 9/11 dan mereka tahu bahwa kita tahu apa yang mereka lakukan, setidaknya pada tingkat tertinggi Pemerintah AS," katanya.

TELEGRAPH | MECHOS DE LAROCHA

Berita terkait

Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

7 Februari 2021

Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

Indonesia saat ini menempati urutan ke-19 kasus sebaran Covid-19 dari 192 negara.

Baca Selengkapnya

Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

6 Februari 2021

Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

Bupati Sabu Raijua terpilih, Orient Riwu Kore, mengungkapkan alasannya mengikuti pemilihan kepala daerah 2020

Baca Selengkapnya

Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

4 Februari 2021

Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

Tim pengacara Donald Trump berkeras Senat tak cukup kuat punya otoritas untuk memakzulkan Trump karena dia sudah meninggalkan jabatan itu.

Baca Selengkapnya

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

3 Februari 2021

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

Pengacara keluarga korban Lion Air JT 610 meminta ahli waris korban Sriwijaya Air SJ 182 tidak meneken dokumen release and discharge atau R&D.

Baca Selengkapnya

Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

3 Februari 2021

Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

Pada 2019 grup otomotif menyumbang sekitar sepersepuluh dari pasar semikonduktor senilai 429 miliar dolar Amerika Serikat.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

30 Januari 2021

Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

Imigran dari Suriah mendapat kelonggaran aturan sehingga mereka bisa tinggal di Amerika Serikat dengan aman sampai September 2022.

Baca Selengkapnya

Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

30 Januari 2021

Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

Tutorial pembuatan bom ditemukan di rumah anggota kelompok ekstremis Proud Boys, Dominic Pezzola, yang didakwa terlibat dalam kerusuhan US Capitol

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

29 Januari 2021

Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

Pemerintah Amerika Serikat mengecam pembebasan pembunuh jurnalis Wall Street, Journal Daniel Pearl, oleh Mahkamah Agung Pakistan.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

29 Januari 2021

Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

Pemerintah Amerika Serikat kini mengizinkan dokter dan perawat yang sudah pensiun untuk memberikan suntikan vaksin Covid-19

Baca Selengkapnya

Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

27 Januari 2021

Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letnan Jenderal Aviv Kochavi mengatakan hal yang salah jika AS kembali ke perjanjian nuklir Iran

Baca Selengkapnya