Guru perempuan Pakistan mencoba senjata laras panjang saat mengikuti latihan selama dua hari oleh polisi di Peshawar Pakistan, 27 Januari 2015. Pakistan telah memberikan izin bagi guru untuk membawa senjata api karena serangan Taliban pada Desember lalu. AP/Mohammad Sajjad
TEMPO.CO, Punjab - Perlindungan hukum yang diberikan kepada kaum perempuan dari kekerasan dan siksaan di Pakistan mendapatkan kritik dari lembaga agama karena dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Hukum Perlindungan Perempuan diloloskan oleh provinsi terbesar di Pakista, Punjab, pekan lalu, merupakan perlindungan hukum yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tanggga (KDRT), psikologis, dan kekerasan seks.
Hukum untuk kaum hawa tersebut juga memberikan kebebasan kepada siapapun melaporkan tindak kekerasan melalui jalur hot line dan rumah singgah perempuan.
Sejak Undang-Undang itu diloloskan oleh Dewan Punjab, beberapa ulama konservatif menolak UU baru tersebut karena dianggap bertentangan denan Quran sebagai dasar hukum konstitusi Pakistan.
Fazlur Rahman, salah seorang pemimpin partai agama terbesar Pakistan, Jamiat i-Ulema Islam, mengatakan UU tersebut bertentangan baik dengan hukum Islam maupun konstitusi Pakistan.
"UU tersebut membuat seorang pria tidak nyaman," tulis kantor berita Reuters. "Hukum ini sebagai upaya agar Pakistan menjadi jajahan Barat lagi," ucapnya.
"Seluruh isi hukum ini salah," kata Muhammad Khan Sherani, Kepala Dewan Ideologi Islam, dalam acara jupa pers, seraya menyebutkan bahwa UU yang baru saja diloloskan tersebut sebagai hukum tidak Islami.