Seorang bocah pengungsi Suriah menunjukkan gambar rumah impiannya saat berada di tenda pengungsian di Yayladagi, Turki, 16 Desember 2015. Konflik Suriah telah memakan ribuah korban tewas dan jutaan orang terpaksa mengungsi dan meninggalkan rumahnya. Gambar tersebut juga menunjukkan bekas luka mental ditanggung oleh sekitar 2,3 juta pengungsi Suriah di Turki, lebih dari setengahnya merupakan anak-anak. REUTERS/Umit Bektas
TEMPO.CO, Jenewa - Wakil Perdana Menteri Turki Lutfi Elvan mengatakan sekitar 150 ribu bayi Suriah lahir di Turki sejak negara itu dilanda konflik. Elvan menyebutkan tingginya beban kemanusiaan yang dihadapi negaranya.
Dalam pidato pembukaan di hadapan Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jenewa, Elvan mengatakan Turki sudah "mengemban beban paling banyak dalam bencana kemanusiaan" akibat perang saudara selama lebih dari lima tahun di Suriah.
"Jumlah bayi Suriah yang lahir di Turki mencapai hampir 152 ribu orang," kata Elvan, seperti yang dilansir The Times of Israel pada 1 Maret 2016.
Dia juga mengungkapkan negaranya turut membiayai lebih dari 2,7 juta pengungsi Suriah, lebih banyak dibandingkan tetangga lain.
Ankara berulang kali mengecam masyarakat internasional karena kurang peduli terhadap nasib warga Suriah yang melakukan eksodus besar-besaran ke negara tetangga. Separuh dari penduduk negara itu terpaksa lari dari rumah karena perang saudara.
Dalam kesempatan tersebut, Elvan juga mengatakan kepada negara di dunia, termasuk Barat, agar bertindak sesuai dengan prinsip kemitraan beban dalam krisis kemanusiaan Suriah.
Elvan juga mengkritik negara-negara Eropa yang mencoba memecahkan krisis migran terbesar yang dihadapi sejak Perang Dunia II dengan langkah-langkah keamanan yang lebih ketat.
Secara geografis, Turki terletak di antara Suriah yang dilanda perang dan Irak di sebelah tenggara juga negara-negara anggota Uni Eropa. Sehingga, Turki menjadi titik transisi bagi para migran yang ingin melarikan diri dari lingkungan kekerasan di negara-negara Timur Tengah.