Ilustrasi pembunuhan menggunakan senjata tajam. Tempo/Indra Fauzi
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang remaja pencari suaka telah ditangkap atas dugaan pembunuhan Alexandra Mezher, seorang pekerja di pusat pengungsian di Kota Molndal. Mezher ditikam dan dibunuh saat bekerja di pengungsian untuk anak-anak di kota tersebut.
Korban, 22 tahun, yang berasal dari Lebanon, dilarikan ke rumah sakit. “Namun akhirnya meninggal karena luka-lukanya,” kata otoritas polisi setempat.
Polisi tidak akan mengomentari identitas atau kebangsaan penyerang. Namun polisi menyebutkan pembunuhnya adalah seorang pemuda yang merupakan penduduk dari pusat pengungsian berusia 14-17 tahun.
Anggota keluarga Mezher mengatakan kepada pers Swedia, “Hal ini sangat mengerikan. Dia adalah orang yang ingin berbuat baik, yang ingin menjadi baik, tapi dia dibunuh ketika dia melakukan pekerjaannya."
Dia menambahkan bahwa itu juga bentuk kesalahan politik Swedia. “Kita sedang berhadapan dengan banyak insiden seperti ini sejak kedatangan pengungsi dari luar negeri," kata juru bicara polisi, Thomas Fuxborg.
Serangan itu terjadi setelah Komisaris Kepolisian Nasional Dan Eliasson, Senin, meminta 4.100 petugas tambahan dan staf pendukung untuk membantu memerangi terorisme, melakukan deportasi migran, dan akomodasi suaka.
"Kami dipaksa untuk menanggapi berbagai gangguan di pusat-pusat penerimaan suaka. Di beberapa tempat, kami membutuhkan sumber daya. Ini tidak terjadi enam bulan yang lalu," kata Eliasson.
Swedia dan negara Eropa lainnya berjuang menangani persoalan migrasi terbesar di benua itu sejak Perang Dunia II. Dengan 9,8 juta penduduk, Swedia menyediakan tempat lebih dari 160.000 pencari suaka pada tahun 2015. Proporsi ini menempatkan Swedia dengan proporsi tertinggi penerima pengungsi di antara negara-negara Uni Eropa.