Seribu Biarawati Lakukan Penyamaran di 80 Negara, Untuk Apa?
Editor
Maria Rita Hasugian
Jumat, 20 November 2015 13:54 WIB
TEMPO.CO, Quebec - Para biarawati yang tergabung dalam kelompok Talitha Kum menyelamatkan korban perdagangan manusia dengan menyamar sebagai pelacur. Penyamaran itu dilakukan saat mereka menyusupkan para wanita dan membeli anak-anak yang dijual sebagai budak.
John Studzinski, seorang bankir dan dermawan yang memimpin Talitha Kum, mengatakan, sekitar 1.100 biarawati tengah melakukan penyamaran demi memerangi praktek perdagangan manusia di sekitar 80 negara. Saat ini, ujar Studzinski, permintaan untuk memerangi perdagangan dan perbudakan meningkat secara global.
Talitha Kum yang didirikan pada tahun 2004 memperkirakan satu persen dari populasi dunia sedang diperdagangkan dalam berbagai bentuk dan cara. Satu persen itu diperkirakan sekitar 73 juta orang. Dari jumlah itu, 70 persen adalah perempuan, dan separuhnya berusia 16 tahun bahkan lebih muda.
"Saya tidak mencoba untuk mencari sensasi, tapi saya mencoba untuk menggarisbawahi fakta bahwa dunia telah kehilangan kepolosan ... di mana kekuatan gelap bergerak aktif," kata Studzinski, Wakil ketua bank investasi AS The Blackstone Group, sebagaimana dilansir dari laman Huffington Post, 20 November.
"Ini adalah masalah yang disebabkan oleh kemiskinan dan kesetaraan, tapi sesungguhnya melampaui itu," katanya saat menghadiri acara Konferensi Perserikatan Wanita untuk hak dan perdagangan perempuan yang diselenggarakan oleh Thomson Reuters Foundation.
Memerinci beberapa kasus yang melibatkan perdagangan dan perbudakan, Studzinski mengatakan penderitaan beberapa korban sangat mengerikan. Dia mengisahkan bagaimana seorang wanita yang diperbudak sebagai pelacur dikunci selama seminggu tanpa makanan, kemudian dipaksa makan kotoran sendiri ketika ia gagal berhubungan seks dengan kliennya. Wanita ini ditargetkan untuk melayani 12 klien per hari.
Dalam kasus ekstrem yang lain, seorang wanita dipaksa untuk berhubungan seks dengan 10 orang pada saat yang sama.
Studzinski mengatakan, para biarawati yang pergi ke semua tempat untuk menyelamatkan wanita, sering berpakaian seperti pelacur dan berada di jalanan untuk mengintegrasikan diri ke rumah bordil.
"Suster-suster ini tidak mempercayai siapapun. Mereka tidak percaya pemerintah, mereka tidak percaya perusahaan, dan mereka tidak percaya polisi setempat. Dalam beberapa kasus, mereka bahkan tidak bisa mempercayai pendeta laki-laki," katanya.
Para suster ini pun lebih fokus pada pelayanan mereka ketimbang mempromosikan agama. Para suster dikatakan aktif dalam usaha menyelamatkan anak-anak yang dijual sebagai budak oleh orang tua, menyiapkan jaringan rumah di Afrika, Filipina, Brasil, dan India untuk melindungi anak-anak tersebut. Para biarawati ini juga mengumpulkan uang mereka sendiri untuk membeli anak-anak ini.
HUFFINGTON POST | MECHOS DE LAROCHA