Gempa Afganistan, Inilah Kisah Pilu Seorang Penjahit
Editor
Choirul Aminuddin
Rabu, 28 Oktober 2015 16:05 WIB
TEMPO.CO, Kabul - Gempa masif yang menghantam Afganistan dan Pakistan pada Senin, 26 Oktober 2015, diklaim telah melumat nyawa lebih dari 300 orang. Inilah kisah pilu seorang penjahit pakaian yang direkam NBC News, Selasa, 27 Oktober 2015.
Mohammed Dad, penjahit dari Provinsi Nangarhar, sedang makan siang di kios jahitnya di Desa Sanger Sarye, Senin petang, 26 Oktober 2015, waktu setempat, sekitar 160 kilometer dari pusat gempa.
Ketika bumi mulai menggoyang tubuhnya, ayah 41 tahun ini bergegas berlari meninggalkan kedainya. Dad tetap nekat menuju rumahnya yang terbuat dari lempung di tepi jalan raya karena ia tahu ketiga anaknya berada di sana. Namun dia gagal menyelamatkan satu di antara ketiga anaknya.
"Saat saya tiba di rumah, ipar saya, Faridullah, yang tinggal di sebelah rumah, keluar dari rumah yang tertutup debu seraya mengatakan kepada saya bahwa putra saya berusia 12 tahun, Mohammed Ramin, tertindih reruntuhan tembok," ucapnya, Selasa, 27 Oktober 2015, melalui telepon.
"Kami membutuhkan waktu sekitar setengah jam untuk membebaskan dia dari reruntuhan tembok. Ketika kami berhasil mengeluarkan dia dari reruntuhan, dia dalam kondisi meninggal," ucap Dad sambil menitikkan air mata. Dia menambahkan, "Rumah saya hancur, namun lebih dari itu, hidup saya benar-benar telah hancur."
Dad mengatakan, sehari sebelum gempa menghantam, anak laki-lakinya itu menunjukkan kepadanya nilai prestasi bahasa Inggris. Bahasa Inggris merupakan kelas pertama yang diikuti Rahim.
"Saya berjanji akan membuatkan baju baru sebagai hadiah dan saya sudah mulai menjahit pakaian untuk dia ketika gempa terjadi," ujarnya kepada NBC News. "Inilah pakaian dia yang baru setengah jadi," tuturnya.
NBC NEWS | CHOIRUL AMINUDDIN