TEMPO.CO, New York - Human Rights Watch atau lembaga pemantau hak asasi manusia menyerukan pembebasan wartawan surat kabar The Nation, Pravit Rojanaphruk, yang ditahan junta militer Thailand. Wartawan senior dan kolumnis surat kabar Thailand yang berbahasa Inggris tersebut ditahan pada Minggu, 13 September 2015.
"Sehari sebelumnya junta menahan politikus oposisi, hari berikutnya yang ditangkap jurnalis," kata Direktur Asia Human Rights Watch Brad Adams, dilansir dari situs resmi lembaga tersebut, Selasa, 15 September 2015.
Pada 10 September lalu, Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mengeluarkan pernyataan kepada media bahwa dirinya tidak akan menenggang kritik terhadap pemerintah.
Sesudah penahanan Pravit, Kolonel Winthai Suwaree, juru bicara junta atau The National Council for Peace and Order (NCPO), mengatakan menahan Pravit dengan alasan informasi yang disampaikan wartawan itu tidak sesuai dengan ukuran pemerintah untuk memelihara ketertiban dan perdamaian.
Junta militer menolak memberi informasi soal lokasi tempat penahanan Pravit dan menolak pengacara serta anggota keluarga Pravit mengakses informasi tersebut.
Pravit, 48 tahun, dikenal sebagai figur yang memperjuangkan kebebasan berpendapat di Thailand. Sejak terjadi kudeta pada Mei 2014, dia mengkritik keras pemerintah junta militer melalui kolomnya dan di media sosial. Pada 13 September lalu, Pravit menerima telepon dari petugas militer yang memintanya datang untuk menyampaikan laporan kepada otoritas militer di 1st Army Region.
Perwakilan dari The United Nations High Commissioner for Human Rights dan pengacara dari lembaga HAM Thailand mendampingi Pravit. Tapi para tentara menghalangi mereka menemani Pravit ketika memasuki markas sekitar pukul 14.00. Sejak saat itulah kabar Pravit tak diketahui lagi.
Minggu lalu, NCPO menahan dua politikus yang berseberangan dengan pemerintah, yakni Pichai Naripatapan dan Karun Hosakul, dengan alasan yang sama.
Prayuth dijadwalkan menghadiri pertemuan PBB di New York pada minggu keempat September. Brad Adams mengatakan kehadiran Prayuth dalam perhelatan itu diharapkan menjadi momen bagi para pemimpin negara di seluruh dunia untuk menekan junta Thailand agar menghormati HAM dan mengupayakan demokrasi di negaranya.