TEMPO Interaktif, Singapura: Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong mengabaikan protes Canberra dan lembaga hak asasi manusia atas eksekusi Nguyen Tuong Van, Jumat (2/12) pagi. Menurut Lee, tak ada ampun bagi warga Australia keturunan Vietnam yang dihukum mati karena memiliki sekitar 400 gram heroin itu."Semua faktor telah kami pertimbangkan, tetapi pemerintah memutuskan agar hukum dijalankan dan akan terus dijalankan," kata Lee. Nguyen, 25 tahun, digantung pada Jumat pagi di penjara Changi. Ia ditangkap pada 2002, saat transit dalam perjalanan menuju Australia. Menurut hukum Singapura, hukuman mati dijatuhkan untuk mereka yang diketahui membawa 15 gram atau lebih heroin.Segera setelah eksekusi ini reaksi muncul. Amnesty International dan lembaga-lembaga hak asasi manusia lainnya mengutuk. "Ini pagi yang menyedihkan bagi keluarganya. Hukuman gantung ini sangat brutal," kata Tim Goodwin, koordinator antihukuman mati Amnesty.Menurut Amnesty, ancaman hukuman mati tidak akan melindungi Singapura dari perdagangan narkotika. "Kami ingatkan kembali bahwa hukuman mati tidak akan menangkal kriminalitas," kata dia.Pusat Pemikiran Singapura, lembaga yang bergerak pada hak asasi manusia, juga menentang. "Masalah narkotika tidak bisa dipecahkan dengan hanya menghukum pembawanya," kata Sinapan Samydorai, presiden lembaga itu.Di Sydney, Australia, sekitar 500 orang berkumpul saat detik-detik eksekusi dilakukan pada pukul 08.00 WIB. Mereka berkumpul di Gereja St. Ignatius. Sebagian dari mereka menitikkan air mata saat lonceng gereja berdentak satu kali, tepat ketika eksekusi. "Ini momen yang tragis," kata Pastur Peter Norden. AFP