TEMPO.CO, Jakarta - Penulis buku asal Mesir, Abdel Monem Moneb, mengatakan menggaungnya nama Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) tidak terlepas dari strategi yang dijalankan kelompok militan itu.
Menurut Moneb, ISIS sengaja mencitrakan diri agar terlihat besar di luar, termasuk dengan menyebarluaskan kebohongan. "Strategi ini disusun mantan anggota pasukan keamanan dan intelijen Saddam Hussein," ucapnya dalam acara peluncuran bukunya di Jakarta, Rabu, 8 Juli 2015.
Moneb menjelaskan, anak buah mantan Presiden Irak itu bergabung dengan ISIS setelah kematian Saddam Hussein. Sejak saat itu, sepak terjang ISIS pun makin meluas.
Dari Mesir, paham kelompok-kelompok tersebut menyebar ke seluruh dunia, terutama negara-negara berpenduduk mayoritas muslim, seperti Indonesia. Salah satu kelompok tersebut adalah jaringan teroris Al-Qaidah yang juga menjadi cikal-bakal ISIS.
Menurut Moneb, gerakan ISIS menjadi populer dengan cepat melebihi induknya, Al-Qaidah, karena berbagai kebohongan yang mereka lakukan. "ISIS itu seperti sabun yang banyak busanya. Padahal di dalam sebenarnya tak ada apa-apa," ujarnya.
Moneb menulis buku tentang asal-muasal gerakan Islam di Mesir. Dua bukunya diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Institute for Society Empowerment atas dana dari Japan ASEAN Integrated Fund. Buku-buku itu disebarkan di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Dalam bukunya, Moneb mengulas 16 kelompok jihad di Mesir, dari yang berdakwah dengan perdamaian hingga kekerasan. "Semua organisasi kekerasan yang mengatasnamakan Islam bersumber dari Mesir," ucapnya.
Moneb dikenal sebagai cendekiawan yang mendedikasikan sebagian besar hidupnya untuk mempelajari gerakan Islam dan jihad di Mesir.
Dia pernah dipenjara karena bergabung dengan salah satu gerakan pada umur 16 tahun atau setelah Presiden Anwar Sadat terbunuh pada 1981. Selama 14 tahun dipenjara, Moneb berkenalan dengan anggota kelompok-kelompok jihad lain sehingga dapat memahami mereka dengan baik.