Korban Tewas Akibat Gempa di Pakistan Mencapai 53 Ribu Orang
Reporter
Editor
Senin, 17 Oktober 2005 19:57 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Korban tewas akibat gempa yang meluluhlantahkan sebagian wilayah Pakistan, Sabtu (8/10), terus bertambah. Hingga Senin (17/10), jumlah penduduk yang meninggal disebutkan mencapai 53 ribu orang.Angka itu bakal terus bertambah. Sebab, masih banyak korban tewas yang tertimbun reruntuhan puing. "Korban tewas bisa mencapai 70-80 ribu orang," kata Pemimpin Kashmir Pakistan, Sikandar Hayat Khan. "Ini merupakan tragedi terburuk sepanjang sejarah kami".Menurut Khan, banyak korban tewas juga ditemukan di dekat jalur pengawasan, yang membagi wilayah Kashmir di menjadi dua: Pakistan dan India. Daerah perbatasan ini selalu membara oleh desingan peluru kedua negara.Jumlah korban tewas itu sangat berbeda jauh ketimbang jumlah yang dilansir pemerintah. Jumlah penduduk yang meninggal di wilayah Kashmir Pakistan versi Pemerintah hanya 25 ribu orang.Wilayah Kasmir Pakistan, pada 8 Oktober lalu, digoyang gempa dahsyat berkekuatan 7,6 pada skala Richter. Gempa juga mengguncang daerah Kashmir India yang menewaskan 1.329 penduduk. Tidak kurang dari 3,3 juta orang kehilangan tempat tinggal. Kerugian ditaksir mencapai US$ 5 miliar.Petugas penolong dibantu tentara Pakistan terus berjuang mencari penduduk yang selamat dan masih terjebak di tumpukan puing. Sekaligus mengeluarkan korban tewas yang tertimbun di reruntuhan.Mereka memperingatkan, maut tengah mengintip ribuan korban yang selamat. Bantuan selimut dan tenda paling dibutuhkan di tengah terjangan musim dingin yang membekap wilayah Kashmir di pegunungan Himalaya.Cuaca buruk memang masih menyergap wilayah-wilayah yang hancur dilanda gempa. Tapi, helikopter-helikopter yang membawa berbagai jenis bantuan sudah bisa mendarat setelah hujan deras dan kabut tebal menghilang di daerah itu.Baru empat negara, yaitu Amerika Serikat, Jerman, Jepang, dan Afganistan yang memenuhi permintaan Pakistan agar mengirim bantuan helikopter. Capung-capung besi itu sangat dibutuhkan untuk menjangkau wilayah-wilayah yang susah ditempuh lewat jalur darat. AFP/BBC News/SS KURNIAWAN