Anti-Aborsi, AS Tolak Beri Bantuan Wanita Hamil Korban ISIS

Reporter

Editor

Nurdin Kalim

Selasa, 9 Juni 2015 09:04 WIB

Ilustrasi gerakan anti aborsi. Chip Somodevilla/Getty Images

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Amerika Serikat menolak memberikan bantuan kepada perempuan korban penculikan ISIS yang hamil akibat diperkosa oleh anggota ISIS. Pasalnya para perempuan hamil korban pemerkosaan ISIS tersebut ingin melakukan aborsi.

Penolakan pengucuran bantuan itu berdasarkan hukum federal AS yang melarang penggunaan uang bantuan luar negeri AS untuk keperluan aborsi di luar negeri. Perihal tersebut tercantum dalam Amandemen Helms yang telah menjadi bagian dari hukum federal lebih dari 40 tahun.

Seperti dilansir Independent, 8 Juni 2015, perwakilan dari Religious Coalition for Reproductive Choice (RCRC) dan LSM Centre for Health and Gender Equity, berpendapat pada pertemuan puncak di Washington, Kamis lalu, ketika Yazidi, perempuan Irak, Nigeria, dan Suriah secara sistematis diperkosa, aborsi adalah tujuan mereka untuk menghentikan kehamilan yang tidak diinginkan.

Maka dengan alasan itulah pemerintah AS menolak untuk memberikan bantuan pada wanita korban penculikan dan pemerkosaan di Timur Tengah. Ini berarti perempuan yang hamil akibat perkosaan harus menanggung anak-anak penyerang mereka.

Namun penolakan kucuran bantuan tersebut telah dikecam oleh para ulama dan penggiat HAM internasional yang mengatakan Amandemen Helms harus segera dicabut oleh pemerintah Barack Obama.

Di negara-negara yang dilanda konflik, perkosaan, dan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak perempuan adalah hal yang lumrah. Sebuah laporan Human Rights Watch mengungkapkan pada bulan April bahwa pejuang ISIS telah memperkosa gadis berumur 12 tahun.

"Pemerkosaan adalah alat perang, dan di tengah-tengah neraka, perempuan dan anak perempuan yang selamat dari kekejaman layak mendapat akses ke perawatan pasca-perkosaan yang komprehensif, termasuk akses ke aborsi penuh kasih. Itulah yang mengasihi sesama Anda terlihat seperti dalam kasus ini," kata Presiden RCRC Harry Knox.

Tahun lalu, para pemimpin agama sudah menuntut Amandemen Helms dianggap terlalu ketat dan harus segera dicabut. Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan 21,6 juta perempuan menjalani aborsi tidak aman setiap tahun. Sekitar 47 ribu perempuan meninggal akibat komplikasi dari aborsi yang tidak aman.

Gedung Putih belum menanggapi tuntutan tersebut. Meskipun Menteri Luar Negeri AS John Kerry menghadiri pertemuan puncak tahun lalu untuk membahas mengakhiri kekerasan seksual dalam konflik, di mana ia mengatakan korban membutuhkan dukungan untuk memulihkan dan membangun kembali kehidupan mereka.

INDEPENDENT | YON DEMA

Berita terkait

Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

7 Februari 2021

Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

Indonesia saat ini menempati urutan ke-19 kasus sebaran Covid-19 dari 192 negara.

Baca Selengkapnya

Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

6 Februari 2021

Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

Bupati Sabu Raijua terpilih, Orient Riwu Kore, mengungkapkan alasannya mengikuti pemilihan kepala daerah 2020

Baca Selengkapnya

Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

4 Februari 2021

Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

Tim pengacara Donald Trump berkeras Senat tak cukup kuat punya otoritas untuk memakzulkan Trump karena dia sudah meninggalkan jabatan itu.

Baca Selengkapnya

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

3 Februari 2021

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

Pengacara keluarga korban Lion Air JT 610 meminta ahli waris korban Sriwijaya Air SJ 182 tidak meneken dokumen release and discharge atau R&D.

Baca Selengkapnya

Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

3 Februari 2021

Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

Pada 2019 grup otomotif menyumbang sekitar sepersepuluh dari pasar semikonduktor senilai 429 miliar dolar Amerika Serikat.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

30 Januari 2021

Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

Imigran dari Suriah mendapat kelonggaran aturan sehingga mereka bisa tinggal di Amerika Serikat dengan aman sampai September 2022.

Baca Selengkapnya

Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

30 Januari 2021

Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

Tutorial pembuatan bom ditemukan di rumah anggota kelompok ekstremis Proud Boys, Dominic Pezzola, yang didakwa terlibat dalam kerusuhan US Capitol

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

29 Januari 2021

Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

Pemerintah Amerika Serikat mengecam pembebasan pembunuh jurnalis Wall Street, Journal Daniel Pearl, oleh Mahkamah Agung Pakistan.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

29 Januari 2021

Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

Pemerintah Amerika Serikat kini mengizinkan dokter dan perawat yang sudah pensiun untuk memberikan suntikan vaksin Covid-19

Baca Selengkapnya

Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

27 Januari 2021

Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letnan Jenderal Aviv Kochavi mengatakan hal yang salah jika AS kembali ke perjanjian nuklir Iran

Baca Selengkapnya