TEMPO.CO, Rangoon - Dunia internasional mulai menaruh perhatian besar kepada para pengungsi Rohingya setelah kapal-kapal yang membawa mereka mulai menjadi berita utama di media-media. Meski banyak yang membahas tentang nasib suaka para imigran ini, sedikit yang mencoba mencari akar mengapa ribuan orang ini terlunta-lunta mencari tempat bermukim.
Nama Ashin Wirathu mungkin terdengar asing di telinga banyak orang. Biksu Buddha berusia 45 tahun ini dinilai bertanggung jawab atas terbuangnya kaum Rohingya dari tanah Myanmar, tentu selain pemerintah Myanmar yang gagal mengontrol konflik agama di daerah perbatasan.
BBC menyebut Ashin sebagai provokator kekerasan antimuslim melalui kampanye "969". Ashin percaya ada suatu rencana besar dari muslim untuk mengubah Myanmar menjadi negara Islam. Atas kampanye ini, dia diganjar penjara 25 tahun pada 2003. (Baca: Cara Ashin Wirathu Sebarkan Kebencian terhadap Muslim Rohingya)
Namun, pada 2011, Ashin dibebaskan karena menerima grasi untuk para tahanan politik. Tak jera, Ashin memulai lagi gerakan melawan muslim, terutama di Rakhine barat. Saat itu kondisi konflik komunal di Myanmar sudah sangat tinggi.
Ashin rutin menyebarkan rumor-rumor melalui berbagai media, termasuk DVD dan Internet. Isinya berupa tuduhan menyesatkan, seperti muslim "mengincar gadis Myanmar lugu untuk diperkosa" dan "kolusi". Tindakan ini membuahkan julukan "Buddhist bin Laden". Dan pada sampul majalah Time edisi Juli 2013, dia disebut sebagai "Wajah Teror Buddha", yang kemudian dilarang beredar di Myanmar. (Baca: Benci Rohingya: Ashin Wirathu Punya 3 Pidato Radikal)
Pemimpin partai sayap kanan ini tak ambil pusing tentang pemberitaan tersebut. "Saya bangga disebut sebagai Buddhist radikal," ujar Ashin.
Alih-alih menghentikan tindakan adu dombanya, pemerintah Myanmar malah mendukung kampanye kebencian Ashin. Sebagai hasilnya, ratusan kematian terjadi, dan 140 ribu muslim Rohingya kehilangan tempat tinggalnya dalam kurun waktu tiga tahun ini.
CARBONATED | URSULA FLORENE SONIA
Berita Menarik:
Rohingya Dibantai dan Diusir, di Mana Aung San Suu Kyi?
Derita Rohingya: Suu Kyi Tetap Bungkam, Partai Buka Suara
Berita terkait
Militer Tuduh Pemilu Myanmar Dicurangi, Pemerintahan Aung San Suu Kyi Terancam
29 Januari 2021
Militer Myanmar menuduh pemilu diwarnai kecurangan dan tidak mengesampingkan kemungkinan kudeta terhadap pemerintahan Aung San Suu Kyi
Baca SelengkapnyaInvestigasi Reuters: Cerita Pembantaian 10 Muslim Rohingya
10 Februari 2018
Dua orang disiksa hingga tewas, sedangkan sisanya, warga Rohingya, ditembak oleh tentara.
Baca SelengkapnyaMiliter Myanmar Temukan 17 Jasad Umat Hindu, ARSA Dituding Pelaku
27 September 2017
Militer Myanmar?kembali menemukan 17 jasad umat Hindu?di sebuah kuburan massal di Rakhine dan ARSA dituding sebagai pelakunya.
Baca SelengkapnyaDewan Keamanan PBB Lusa Bahas Nasib Rohingya
26 September 2017
Dewan Keamanan PBB akan bertemu lusa untuk membahas penindasan Rohingya di Myanmar.
Baca SelengkapnyaMyanmar Sebut Milisi Rohingya Tindas Warga Hindu di Rakhine
26 September 2017
Pasukan militer?Myanmar mulai membuka satu persatu?tudingan?kekejaman?oleh?milisi Rohingya atau ARSA.
Baca SelengkapnyaPengadilan Rakyat Mendakwa Mynmar Melakukan Genosida
25 September 2017
Pengadailan Rakyat Internasional menyimpulkan Myanmar melakukan genosida terhadap minoritas muslim Rohingya.
Baca SelengkapnyaBangladesh Bebaskan 2 Jurnalis Myanmar yang Ditahan di Cox Bazar
23 September 2017
Kedua jurnalis Myanmar ini berpengalaman bekerja untuk berbagai media internasional.
Baca SelengkapnyaWarga Hindu Ikut Jadi Korban Kerusuhan di Rakhine Myanmar
6 September 2017
Sebagian warga Hindu mengungsi ke Banglades dan tinggal berdampingan dengan warga Muslim Rohingya.
Baca SelengkapnyaJet Tempur Myanmar Hilang Kontak Saat Latihan
5 September 2017
Satu pesawat tempur militer Myanmar hilang saat melakukan pelatihan penerbangan di wilayah selatan Ayeyarwady.
Baca SelengkapnyaBentrok di Myanmar, Kemenlu: ASEAN Pegang Prinsip Non-Intervensi
27 Agustus 2017
ASEAN mendukung Myanmar dalam proses demokrasi, rekonsiliasi, dan pembangunan di negara tersebut dengan memegang prinsip non-intervensi.
Baca Selengkapnya