TEMPO.CO, Bangkok - Pemimpin prodemokrasi Myanmar dan aktivis hak asasi manusia yang juga peraih Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi, dikritik keras oleh aktivis hak pengungsi dan pemerintah Malaysia. Suu Kyi dituding terus bungkam atas nasib ribuan muslim Rohingya yang terkatung-katung di lautan.
"Di mana Aung San Suu Kyi, si tokoh dunia itu?" tanya Wakil Menteri Dalam Negeri Malaysia Wan Junaidi Jaafar, sebagaimana dikutip Sidney Morning Herald pada Jumat, 22 Mei 2015. Jaafar bertanya-tanya apa yang sedang dilakukan Suu Kyi dan mengapa dia hanya diam atas isu Rohingya.
Aktivis hak pengungsi turut mengkritik Suu Kyi karena tak membela Rohingya. Padahal Persatuan Bangsa-Bangsa telah menyatakan Rohingya sebagai kaum paling tersiksa di dunia. (Baca: Jokowi Harap Dunia Internasional Bantu Pengungsi Rohingya)
Awal Januari 2014, PBB mengkonfirmasi setidaknya 48 muslim tewas ketika massa Buddhamenyerang sebuah desa terpencil di Myanmar barat. Itu sebuah pembantaian yang ditolak keras oleh pemerintah sejak pertama kali dilaporkan The Associated Press sepekansebelumnya. (Baca: Derita Rohingya: Suu Kyi Tetap Bungkam, Partai Buka Suara)
Insiden di Du Chee Yar Tan, sebuah desa di Negara Bagian Rakhine utara, tampaknya paling mematikan dalam satu tahun dan akan mengakibatkan lebih dari 280 muslim tewas dalam kekerasan nasional dan 250.000 orang telah meninggalkan rumah mereka. (Baca: Kenalkan Ashin Wirathu, Biksu Pembenci Muslim Rohingya)
Isu Rohingya berkembang menjadi krisis kemanusiaan karena ribuan anggota kelompok itu tak diakui di Myanmar dan terpaksa mencari tempat tinggal baru dengan menumpang kapal yang akhirnya membuat mereka terdampar di Thailand, Malaysia, dan Indonesia selama dua pekan terakhir. (Baca juga: Jokowi Beri Catatan ke PBB Soal Rohingya)
"Diam tidak berarti netral. Dengan hanya berdiam, Suu Kyi seolah memberikan lampu hijau atas terjadinya kekerasan," ucap Chris Lewa, aktivis kelompok Rohingya dari The Arakan Project.
Lembaga hak asasi manusia global, Human Rights Watch, juga menyuarakan kritik kepada Suu Kyi. "Inilah saatnya bagi Suu Kyi untuk mengakhiri sikap diamnya demi kebaikan Rohingya," tutur Phil Robertson dari HRW. (Simak: VIDEO: Perahu Kecil Aceh Selamatkan 433 Pengungsi Rohingya)
Suu Kyi, yang saat ini menjabat pemimpin kelompok oposisi di Myanmar, telah dikritik sejak lama. Dia adalah ikon demokrasi internasional tapi tak mampu membela 1,3 juta anggota kelompok Rohingya di daerah Arakan yang hak kewarganegaraan dan hak dasar untuk hidupnya diambil walaupun telah bermukim di sana selama berabad-abad.
Pemerintahan semimiliter Myanmar menyebut Rohingya adalah imigran ilegal asal Bangladesh. Lebih dari 120 ribu orang Rohingya harus hidup di kamp kumuh karena dipaksa meninggalkan rumahnya oleh pemeluk Buddha. (Baca: Anggap Saudara, Warga Aceh Bantu Pengungsi Rohingya)
Sebanyak kurang-lebih 25 ribu orang membayar pedagang manusia untuk membawa mereka menyeberangi Teluk Benggala pada awal tahun ini. (Baca juga: Cara Ashin Wirathu Sebarkan Kebencian terhadap Muslim Rohingya)
Direktur Studi Keamanan Internasional Bangkok Thitinan Pongsudhirak memahami tindakan Suu Kyi yang mendiamkan kasus Rohingya. Pongsudhirak menilai Suu Kyi membutuhkan suara dari kelompok Buddha agar partainya dapat memenangi pemilu Myanmar pada November mendatang. (Baca: Tolak Kehadiran Pengungsi, Indonesia Kecam Australia)
"Mayoritas penduduk Myanmar tak menyukai Rohingya. Suu Kyi enggan membela Rohingya karena akan menghalangi ambisinya memenangi pemilu," kata Pongsudhirak. Myanmardidominasi pemeluk Buddha yang mencapai 60 juta orang. (Baca pula: Pemerintah Pertimbangkan Pinjamkan Pulau untuk Rohingya)
Pada Desember 2014, Suu Kyi pernah berkata kepada Washington Post bahwa sikap diamnya bukan tanpa alasan. "Saya tidak diam karena alasan politis. Saya diam karena pihak mana pun yang saya bela, darah akan selalu tertumpah. Jika saya membela hak asasi manusia, Rohingya hanya akan menderita," ujarnya.
SIDNEY MORNING HERALD | CBN NEWS | MOYANG KASIH | BC