Pemimpin senior Hamas, Ismail Haniyeh (tengah). REUTERS/Suhaib Salem
TEMPO.CO, Gaza - Ketegangan antara kelompok teror Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) dan Hamas di Gaza telah meningkat dalam beberapa hari terakhir. Bentrokan tampaknya bermula setelah Hamas menghancurkan sebuah masjid yang digunakan anggota organisasi Salafi, yang disebut "Pendukung Negara Islam di Beit Al-Maqdis", serta menahan hampir 40 anggota organisasi itu.
Kabarnya, Hamas menangkap puluhan anggota Salafi serta beberapa tokoh pengkhotbah ISIS di Gaza, menyusul pengambilalihan kamp pengungsi Palestina, Yarmouk, di dekat Damaskus dari tangan ISIS.
Setelah ISIS memenggal beberapa warga Palestina, termasuk seorang pejabat senior Hamas, Lembaga Intelijen Palestina bersumpah akan membalas pembunuhan personelnya. Kelompok ISIS yang berafiliasi di daerah kantong pesisir yang dikuasai Hamas menyebut Hamas "lebih buruk dari penjajah Yahudi dan Amerika"
ISIS kemudian mengultimatum Hamas untuk melepaskan anggotanya yang ditahan dalam tempo 72 jam sejak ultimatum dikeluarkan. Jika tidak, pendukung ISIS di Beit Al-Maqdis akan membunuh satu per satu personel Hamas.
Mengklaim memiliki data dari nama dan alamat mereka yang bekerja untuk Badan Intelijen Palestina, kelompok pro-ISIS di Gaza menuduh Hamas bekerja untuk pasukan Israel.
Meskipun ada kekhawatiran situasi ini tampaknya semakin memanas, Hamas mencoba untuk meyakinkan masyarakat Gaza bahwa situasi keamanan tetap stabil. "Warga bisa mengelilingi Gaza tanpa perlu senjata dari Rafah ke Beit Hanoun," kata juru bicara Kementerian Dalam Negeri, Iyad al-Bazam, melalui laman akun Facebook-nya