Kaki dari Sylverio Hachiploa salah seorang pengidap HIV positif saat berada di rumah jeraminya di desa Nedwmba, Zambia, 23 Februari 2015. Petugas pelayanan rumah Jesuit menjalankan misi peningkatan kapasitas dan proyek pemberdayaan serta pemantauan bagi para pasien HIV AIDS. REUTERS/Darrin Zammit Lupi
TEMPO.CO, Jakarta - Kisah ini terungkap dalam wawancara di sebuah stasiun televisi Inggris dalam acara Jeremy Kyle Show. Mavis, yang lahir di Zimbabwe, pindah ke Inggris dengan gadis kecilnya, Payeda, ketika berusia 9 tahun.
Tapi, setelah mengunjungi sebuah rumah sakit bersama Payeda, ibu yang masih "kanak-kanak" ini merasa hancur ketika mengetahui bahwa putrinya mengidap HIV.
"Saya sangat terpukul. Saya tidak bisa menerimanya. Rasanya seperti ada batu bata yang menghantam saya. Ketika dokter mengatakan hal itu kepada saya, saya ingin membawanya dan melompat dari tebing," katanya kepada Jeremy Kyle, pemandu acara di ITV tersebut.
"Saya sangat takut karena saya pikir HIV berarti adalah akhir hidup putri saya," ujarnya. Namun rasa sakit Mavis tidak berakhir di sana.
Setelah dokter mendiagnosis putrinya, ia juga diperiksa. Dan, hasilnya ternyata positif. Dia kemudian sadar bahwa dialah yang telah menularkan penyakit itu kepada putrinya. "Saya akan hidup dengan rasa bersalah selama sisa hidup saya," katanya.
Namun Payeda, 18 tahun, putrinya, yang sekarang menjadi anak yang cantik dan percaya diri, mengatakan kepada ibunya bahwa dia tak menyalahkan ibunya atas penularan HIV itu.
"Tidak perlu merasa bersalah karena saya telah menerima siapa saya, dan itu membuat saya tumbuh dewasa. Saya tidak tahu apakah saya akan menjadi gadis seperti sekarang jika bukan karena ini," ucapnya.
"Saya tidak peduli apa yang orang-orang akan katakan. Saya senang karena hal ini membantu saya dan dapat membantu orang lain," ujarnya dengan nada sedikit emosional.
Payeda mengatakan masih bisa hidup normal dan mampu mengkonsumsi obatnya sendiri setiap hari. "Terinfeksi HIV bukan hukuman mati."
Jeremy, tergerak oleh apa yang didengarnya dari Payeda, kemudian beralih ke Mavis dan mengatakan dengan tegas: "Anda harus membuang rasa bersalah. Putri Anda adalah cahaya yang bersinar."
Aliansi Untuk Mengakhiri AIDS pada Anak di Indonesia Resmi Dibentuk!
2 Desember 2022
Aliansi Untuk Mengakhiri AIDS pada Anak di Indonesia Resmi Dibentuk!
Di Indonesia, hanya 25% dari anak-anak yang hidup dengan HIV menjalani pengobatan ARV yang menyelamatkan jiwa. UNAIDS Indonesia, Jaringan Indonesia Positif, Ikatan Perempuan Positif Indonesia, Lentera Anak Pelangi, dan Yayasan Pelita Ilmu menginisiasi aliansi baru untuk memperbaiki salah satu masalah yang paling mencolok dalam respon penanggulangan AIDS.