Kantor media satir Prancis "Charlie Hebdo"' di Paris. Media kontroversial yang terbit pada 1992 ini terkenal dengan publikasinya yang sering menyinggung Umat Muslim dan gerakan Islam radikal. PIERRE VERDY/AFP/Getty Images
TEMPO.CO, New York - Penembakan kantor majalah Charlie Hebdo di Paris, Prancis, memunculkan reaksi keras dari banyak pihak. Para jurnalis dan penulis pun menganggap aksi brutal ini sebagai teror terhadap kebebasan berekspresi.
Salman Rushdie, penulis kontroversial asal Inggris, ikut berkomentar. Penulis novel The Satanic Verses atau Ayat-ayat Setan ini mengatakan serangan semacam ini adalah bentuk reaksi khas terhadap kritik-kritik atas ajaran agama. (Baca: Muslim Ini Tewas Akibat Serangan ke Charlie Hebdo) "Agama, produk abad pertengahanyang tidak masuk akal,ketika dikombinasikan dengansenjata modern menjadiancamannyata untuk kebebasan," kataRushdie seperti dikutip CNN Money pada Kamis, 8 Januari 2015. Menurut Rushdie, totalitarianismeagamatelah menyebabkanmutasiyang mematikandalam agama Islam. "Kita melihatkonsekuensitragisdiParishari ini." (Baca: 10 Kartun Charlie Hebdo yang Kontroversial)
Rushdie mengatakan akan berdiri bersama CharlieHebdo untuk mempertahankan tradisi kritik melalui sindiran, yang selama ini menjadi kekuatanuntukmelawantirani,kebohongan, dan kebodohan. Menurut dia, selama ini upaya untuk menghormatiagama telah berubah menjadi rasa takut. "Padahal, agama seperti juga ide-ide yang lain, layak mendapatkankritik,sindiran,dan rasa tidak hormat," kata Rushdie.
Rushdie dan para awak Charlie Hebdo mungkin bisa disamakan dalam beberapa sisi. Hasil karya mereka dianggap melecehkan Islam, dan mengakibatkan mereka berulang kali menerima ancaman pembunuhan. Setelah Rushdie menelurkan Ayat-ayat Setan pada 1988, dia mendapatkan fatwa mati dari pemimpin Iran, Ayatullah Khomeini, lantaran novel itu melecehkan Nabi Muhammad SAW dan Islam.