Petugas kesehatan memakai alat pelindung Ebola di Rumah Sakit Penyakit Infeksi demam, Kolombo, Sri Lanka, 28 Oktober 2014. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, lebih dari 10.000 orang telah terinfeksi Ebola dan hampir setengah dari mereka telah meninggal. AP/Eranga Jayawardena
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah negara di Afrika Barat yang terinfeksi ebola menyayangkan penangguhan visa migrasi yang diberlakukan di Australia. Menurut para pemimpin negara Afrika Barat, tindakan ini malah akan menyebabkan kepanikan dan mengucilkan negara-negara itu. (Baca: Bahaya Ebola, Australia Setop Berikan Visa Migrasi)
"Kami sangat sedih setiap ada stigmatisasi, karantina, dan pengecualian kepada orang-orang dari negeri yang sedang berjuang melawan epidemi ini," kata Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf dalam sebuah pernyataan, seperti dilaporkan Reuters, Selasa, 28 Oktober 2014.
Sirleaf meminta Australia memikirkan kembali keputusan ini. Sementara itu, Sierra Leone menilai penyetopan visa ini adalah tindakan yang keji. "Ini adalah diskriminasi terhadap 24 juta warga Sierra Lone, Liberia, dan Guinea yang terjangkit ebola. Itu bukanlah keputusan yang tepat," kata Menteri Informasi Alpha Kanu. (Baca: Ebola Diperkirakan Berkembang Cepat)
Penangguhan ini juga disayangkan oleh pemerintah Uganda. Juru bicara pemerintahan, Ofwono Opondo, menganggap travel ban yang dilakukan negara-negara Barat telah menciptakan kepanikan dan justru tidak membantu untuk menyelesaikan masalah ebola yang telah menewaskan hampir lima ribu jiwa dan menginfeksi lebih dari 10 ribu orang.
"Jika mereka membuat kepanikan massa, ketakutan ini pada akhirnya akan menular kepada para petugas kesehatan yang harus merawat pasien yang sakit. Jika mereka takut, maka populasi di Afrika Barat akan musnah," kata Opondo.