Tentara angkatan darat AS dari 101st Airborne Division (serangan udara), yang diperuntukkan untuk memerangi Ebola, mengikuti pelatihan sebelum keberangkatan mereka ke Afrika Barat, di Fort Campbell, Kentucky, Amerika Serikat, Kamis 9 Oktober 2014. REUTERS/Harrison McClary
TEMPO.CO, Jakarta - Ketika masyarakat Amerika Serikat heboh dengan serangan virus ebola, Boston justru mencemaskan penyakit influenza. Seperti dilaporkan dalam Boston.com pada Senin, 13 Oktober 2014, tim kesehatan di Bandara Internasional Logan Boston mengamankan lima penumpang dengan gejala influenza dari penerbangan bernomor 237 dari Arab Saudi. Lima penumpang tersebut dilaporkan terjangkit influenza, tapi tidak satu pun pernah bepergian ke Afrika Barat. (Baca: Pasien Ebola Pertama di AS Meninggal)
Dr Anita Barry, Ketua Biro Penyakit Infeksi di Pusat Kesehatan Publik Boston, dalam konferensi pers kemarin menyatakan terdapat kesalahpahaman besar pada ketakutan dan kesadaran akan cara ebola menyebar dan dapat terjangkit. Ebola menyebar melalui kontak langsung dengan darah dan cairan dari penderita. Gejala selanjutnya adalah suhu tubuh meningkat, sakit kepala, diare, dan nyeri perut.
Pusat Kesehatan Publik Boston menyatakan tidak ada kasus ebola di Boston, walaupun kasus ebola meningkat akhir-akhir ini. Satu pasien di Braintree Clinic yang dikirim ke pusat kesehatan Beth Israel Deaconess pada Ahad dinyatakan masuk dalam status "Very Low Risk" untuk kasus ebola. (Baca: WHO: Wabah Ebola di Eropa Tidak Bisa Dihindari)
Pusat Kesehatan Publik Boston mengklasifikasikan gejala pengidap ebola menjadi tiga kategori berdasarkan indikasi yang dikeluarkan oleh Centers for Disease Control and Prevention, yaitu "High Risk", "Low Risk", dan "No Risk". "Terus terang, masyarakat lebih berisiko terjangkit influenza, dan ini saatnya semua orang mendapatkan vaksin flu mereka," ujar Barry. BOSTON.COM | INTAN MAHARANI