Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe (ketiga kiri) bersama isteri Akie di KTT APEC di BNDCC, Nusa Dua, Bali, Senin (7/10) malam. Tradisi memakai busana tradisional tuan rumah penyelenggara APEC dimulai ketika Bill Clinton memberikan jaket kulit kepada para pemimpin dunia yang menghadiri KTT APEC 1993. ANTARA/Widodo S. Jusuf
TEMPO.CO, Tokyo - Ibu negara Jepang Akie Abe menyebut suaminya, Perdana Menteri Shinzo Abe, kadang-kadang membantu dirinya mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Jadwal kegiatan yang padat membuat tugas cuci piring dan membuang sampah dikerjakan sang suami. Menurut Akie, fleksibilitas macam ini diperlukan oleh perempuan Jepang.
“Kadang dia memindahkan barang, jadi saya memarahinya karena menaruh barang bukan pada tempatnya,” kata Akie. Kepada Associated Press, Akie mengaku meski Shinzo terkenal konservatif, dia memberi keleluasaan sang istri dalam beraktivitas. Di antaranya mulai dari mengembangkan beras organik hingga ikut acara parade gay.
Akie, yang kerap berada di luar rumah, menyebut hanya punya sedikit waktu untuk membersihkan rumahnya. Dia kadang mendengar Perdana Menteri mengomel tentang rumah mereka. Namun, menurut Akie, Shinzo tidak pernah bersikap seperti bos yang menyuruhnya melakukan berbagai hal.
Abe sendiri mendorong perusahaan dan pemerintah mempekerjakan dan mempromosikan lebih banyak perempuan. Dia menunjuk lima perempuan dalam kabinetnya yang berisi 18 menteri. Akie mendukung kebijakan sang suami yang kerap disebut womenomics itu. Dia mengklaim perempuan cenderung bekerja lebih keras dari laki-laki di berbagai belahan dunia, tapi tidak terwakili dengan adil. Bagi Akie, penting memberi keleluasaan perempuan untuk bekerja setelah melahirkan.
Di Jepang, perempuan berpendidikan tinggi kerap kurang terwakili dalam posisi senior di perusahaan maupun pemerintahan. Perempuan cenderung terdiskriminasi dalam hal gaji dan promosi di perusahaan. Mereka juga kesulitan dalam berkarier karena kurangnya bantuan membesarkan anak dan pasangan yang tidak bersikap kooperatif.