Nadine Gordimer, Pejuang Anti-Apartheid, Meninggal
Editor
Maria Rita Hasugian
Selasa, 15 Juli 2014 07:44 WIB
TEMPO.CO, Johannesburg - Sastrawan dunia dan pejuang anti-apartheid Afrika Selatan, Nadine Gordimer, meninggal dalam usia 90 tahun pada 13 Juli 2014. Keluarga Nadine, seperti diberitakan BBC pada Senin, 14 Juli 2014, mengatakan Nadine meninggal di rumahnya di Johannesburg, Afrika Selatan, karena menderita sakit.
Nadine, sahabat pejuang anti-apartheid Nelson Mandela, merupakan sastrawan paling berpengaruh di dunia lewat karya-karya sastranya. Dia menulis lebih dari 30 buku sepanjang hidup.
Perempuan yang lahir dari keluarga imigran Yahudi pada 20 November 1923 ini meraih penghargaan Booker Prize pada tahun 1974 untuk bukunya bertajuk The Conservationist. Pada tahun 1991, Nadine dihadiah Nobel atas karya sastra dan perjuangannya yang dianggap sangat bermanfaat bagi manusia.
Media-media internasional memberitakan kematian Nadine dengan mengulas panjang sejarah hidup Nadine. The New York Times mengulas panjang profil Nadine. Begitu pula BBC, Time, Reuters, dan Guardian.
Yayasan Nelson Mandela menyampaikan rasa duka mendalam atas kematian Nadine, sastrawan terbesar dalam sejarah. "Kami telah kehilangan seorang penulis besar, seorang patriot, dan seorang dengan suara tegas yang berbicara tentang kesetaraan dan demokrasi di dunia."
Sastrawan Kanada peraih Book Prize, Margaret Atwood, melalui Twiter menyampaikan rasa dukanya atas kepergian Nadine. "Sangat berduka mendengar Nadine Gordimer telah meninggal. Satu dari orang-orang besar, dan juru bicara hak asasi manusia yang tak kenal rasa takut," cuit Margaret Atwood.
Dua tahun sebelum meninggal, Nadine menerbitkan buku novel berjudul No Time Like the Present. Buku ini bercerita tentang para veteran yang dulu melawan apartheid menghadapi isu-isu masa kini saat Afrika Selatan dalam situasi modern.
Nadine, putri seorang ayah berdarah Yahudi Lithuani yang bekerja sebagai pembuat jam dan ibu yang berasal dari Inggris, mulai menulis sejak masih belia. Ia menulis cerita-cerita pendek, nonfiksi, dan fiksi. Karya tulis pertamanya berjudul Come Again Tomorrow diterbitkan satu majalah di Johannesburg saat dia berusia 15 tahun.
Beberapa buku karya Nadine dilarang terbit oleh penguasa apartheid Afrika Selatan
saat itu. Di antaranya The Late Bourgeois World tahun 1966 dan Burger's Daughter pada tahun 1979.
Persahabatan Nadine dan Mandela untuk melawan apartheid semakin erat. Nadine mengedit pembelaan Mandela saat diadili atas perjuangannya menentang apartheid tahun 1962. Pembelaan Mandela bertajuk "I am Prepared To Die Speech" menjadi terkenal di seantero dunia.
Atas keberaniannya itu, Nadine menerima berbagai ancaman dan tekanan agar menghentikan kritik-kritik tajamnya lewat buku dan ucapan. Menurut Nadine, keberanian mengkritik penguasa apartheid lebih karena mengikuti suara hatinya. "Saya bukan seorang politikus sesungguhnya," kata Nadine.
Bahkan, di usia uzurnya, Nadine tetap konsisten bersuara kritis. Ia mengkritik Presiden Jacob Zuma yang menyetujui undang-undang pembatasan penerbitan informasi yang dianggap sensitif bagi pemerintah.
Nadine, yang dulu pernah berkhayal jadi balerina, pada masa tuanya juga aktif berkampanye untuk isu HIV/AIDS. Ia melakukan lobi dan mencari dana untuk Treatment Action Campaign, organisasi yang memperjuangkan pengobatan gratis bagi para penderita HIV/AIDS di Afrika Selatan.
Selamat jalan Nadine Gordimer.
BBC | NEW YORK TIMES | REUTERS | MARIA RITA