Warga Palestina berlari untuk berlindung ke tempat yang aman saat terjadinya serangan udara yang dilancarkan militer Israel ke Jalur Gaza, 10 Juli 2014. Serangan selama 3 hari tersebut telah menewaskan setidaknya 66 warga Palestina, 50 diantaranya warga sipil. REUTERS
TEMPO.CO, Jakarta - Pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk situasi hak asasi manusia (HAM) di Palestina, Makarim Wibisono, menjelaskan konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina bukanlah konflik agama atau pertentangan suku atau ras. Melainkan masalah pencaplokan wilayah yang diklaim oleh Israel yang memicu konflik berkepanjangan dengan Palestina.
Makarim menjelaskan akar persoalan ini terjadi sejak 1948 tepatnya setelah penduduk Israel yang tersebar dimana-mana mendapatkan lahan sebagai tanah air mereka. Dalam perjalanan waktu, jumlah populasi Israel meningkat dan mulai memperluas wilayahnya ke Palestina.
Mengkoreksi konflik Palestina terkait dengan agama dan ras, mantan Duta Besar Indonesia untuk PBB ini menjelaskan dari total populasi penduduk Israel, sekitar 25 persennya adalah keturunan Arab. "Dan banyak orang Arab di Israel beragama Kristen," kata Makarim kepada Tempo di rumahnya, Sabtu, 12 Juli 2014. (Baca: Sampaikan Duka,Warga Israel Kunjungi Palestina)
Selain itu, kata Makarima, banyak warga Israel yang mendukung perjuangan dan menaruh simpati kepada warga Palestina. "Saya sudah mengontak mereka untuk mendapatkan informasi," ujar Makarim.
Itu sebabnya, Makarim memilih pendekatan HAM dalam penyelesaian konflik berdarah dan sudah menewaskan ribuan orang di Palestina. "Dengan isu HAM, semua pihak akan tersentuh," kata Ketua Sidang Dewan HAM PBB tahun 2005. (Baca: Konflik Palestina, Diplomat Makarim Ubah Strategi)
Dengan pendekatan kemanusiaan, Makarim akan melakukan pengumpulan informasi dan data, turun ke lapangan untuk mencermati situasi yang riil, membuat laporan ke Dewan Keamanan PBB di New York, Amerika Serikat, dan Dewan HAM PBB di Jenewa tentang pelanggaran HAM di Palestina, dan terakhir membuat rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh PBB.
Merujuk pada Resolusi PBB Nomor 1993/2, kata Makarim, tidak ada batas waktu baginya untuk menjalankan mandat selama wilayah Palestina diduduki. Namun, jika dalam 1-2 tahun ini tidak menghasilkan kemajuan yang berarti, maka Makarim memilih untuk mengundurkan diri dan mengembalikan mandatnya ke PBB. "Saya pasti mengundurkan diri," ia menegaskan. (Baca: Makarim Minta Akses, Israel Layangkan Surat)