TEMPO.CO, Yangon – Pemerintah Myanmar menahan lima wartawan terkait pemberitaan soal dugaan fasilitas militer memproduksi senjata kimia. Kelima jurnalis, termasuk pemimpin eksekutif Unity Weekly News, ditangkap Jumat dan Sabtu pekan lalu.
“Tadi malam keluarga diberitahu aparat bahwa mereka boleh menjenguk di Penjara Insein dan diminta untuk menyewa pengacara,” kata salah seorang editor Unity, Aung Thura Koko. “Mereka didakwa dengan undang-undang rahasia negara.”
Surat kabar tersebut mengatakan penangkapan mereka terkait artikel yang menyebut militer Myanmar mengoperasikan pabrik senjata kimia di Pauk, wilayah Magway, di bawah pemerintah mantan orang kuat junta, Jenderal Than Shwe.
Dalam laporannya, Unity Weekly mengutip kesaksian penduduk setempat, pekerja, termasuk gambar-gambar gedung. Aktivis kebebasan pers New York, Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ), mengecam penangkapan itu. “Fakta bahwa jurnalis bida didakwa karena mengungkapkan data negara menunjukkan betapa Burma perlu reformasi hukum,” kata Shawn Crispin, wakil CPJ di Asia Tenggara.
“Proliferasi senjata penting bagi politik Burma. Jurnalis tidak boleh diancam atau ditangkap karena melaporkan topik yang menjadi kepentingan nasional dan internasional,” kata dia.
Bulan Januari tahun lalu Myanmar membantah tuduhan telah menggunakan bahan kimia untuk melawan pemberontak minoritas etnis di negara bagian Kachin.
“Militer kami tidak pernah menggunakan senjata kimia dan kami sama sekali tidak berniat menggunakannya. Menurut saya, KIA (Kachin Independence Army) salah menuduh kami,” kata juru bicara kepresidenan Ye Htut.
Departemen Keuangan Amerika Serikat menjatuhkan sanksi terhadap seorang pejabat militer dan tiga pengusaha Myanmar karena berdagang senjata dengan Korea Utara. Sanksi itu melarang warga atau entitas Amerika Serikat berbisnis dengan orang-orang yang namanya masuk dalam daftar hitam.
CHANNEL NEWS ASIA | NATALIA SANTI
Berita Terpopuler
Nelson Mandela Tinggalkan Warisan Rp 50 Miliar
Rusia: Pemindahan Bahan Kimia Suriah Bulan Ini
Presiden Karzai-Taliban Gelar Pembicaraan Rahasia
Disney Diminta Bikin Kartun Putri Bertubuh Gemuk
Berita terkait
Militer Tuduh Pemilu Myanmar Dicurangi, Pemerintahan Aung San Suu Kyi Terancam
29 Januari 2021
Militer Myanmar menuduh pemilu diwarnai kecurangan dan tidak mengesampingkan kemungkinan kudeta terhadap pemerintahan Aung San Suu Kyi
Baca SelengkapnyaInvestigasi Reuters: Cerita Pembantaian 10 Muslim Rohingya
10 Februari 2018
Dua orang disiksa hingga tewas, sedangkan sisanya, warga Rohingya, ditembak oleh tentara.
Baca SelengkapnyaMiliter Myanmar Temukan 17 Jasad Umat Hindu, ARSA Dituding Pelaku
27 September 2017
Militer Myanmar?kembali menemukan 17 jasad umat Hindu?di sebuah kuburan massal di Rakhine dan ARSA dituding sebagai pelakunya.
Baca SelengkapnyaDewan Keamanan PBB Lusa Bahas Nasib Rohingya
26 September 2017
Dewan Keamanan PBB akan bertemu lusa untuk membahas penindasan Rohingya di Myanmar.
Baca SelengkapnyaMyanmar Sebut Milisi Rohingya Tindas Warga Hindu di Rakhine
26 September 2017
Pasukan militer?Myanmar mulai membuka satu persatu?tudingan?kekejaman?oleh?milisi Rohingya atau ARSA.
Baca SelengkapnyaPengadilan Rakyat Mendakwa Mynmar Melakukan Genosida
25 September 2017
Pengadailan Rakyat Internasional menyimpulkan Myanmar melakukan genosida terhadap minoritas muslim Rohingya.
Baca SelengkapnyaBangladesh Bebaskan 2 Jurnalis Myanmar yang Ditahan di Cox Bazar
23 September 2017
Kedua jurnalis Myanmar ini berpengalaman bekerja untuk berbagai media internasional.
Baca SelengkapnyaWarga Hindu Ikut Jadi Korban Kerusuhan di Rakhine Myanmar
6 September 2017
Sebagian warga Hindu mengungsi ke Banglades dan tinggal berdampingan dengan warga Muslim Rohingya.
Baca SelengkapnyaJet Tempur Myanmar Hilang Kontak Saat Latihan
5 September 2017
Satu pesawat tempur militer Myanmar hilang saat melakukan pelatihan penerbangan di wilayah selatan Ayeyarwady.
Baca SelengkapnyaBentrok di Myanmar, Kemenlu: ASEAN Pegang Prinsip Non-Intervensi
27 Agustus 2017
ASEAN mendukung Myanmar dalam proses demokrasi, rekonsiliasi, dan pembangunan di negara tersebut dengan memegang prinsip non-intervensi.
Baca Selengkapnya