Rusia Usir Jurnalis AS Tanpa Memberi Penjelasan

Reporter

Editor

Abdul Manan

Selasa, 14 Januari 2014 17:32 WIB

Sejumlah wartawan yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Anti Kekerasan (AJAK) berunjuk rasa "Stop Kekerasan terhadap Jurnalis" di depan monumen Chairil Anwar, Kayutangan, Malang, Jawa Timur, (26-11). TEMPO/STR/Aris Novia Hidayat

TEMPO.CO, Moskow - Pemerintah Rusia mengusir wartawan Amerika Serikat yang bertugas di Moskow tanpa memberikan alasan. Ini adalah pengusiran jurnalis AS pertama kalinya setelah perang dingin berakhir dan diprediksi bakal mengganggu hubungan Moskow dan Washington.

David Satter, mantan koresponden Financial Times dan penulis buku soal Rusia, diberitahu pada Hari Natal tahun lalu bahwa ia telah dilarang di negara itu. Satter berbasis di ibukota Rusia sejak September 2013 lalu.

Informasi pengusiran ini diketahuinya bulan lalu. Saat itu Satter melakukan perjalanan ke ibukota Ukraina, Kiev, untuk memperbaharui visanya di Rusia. Saat itulah, Alexy Gruby, seorang diplomat di kedutaan Rusia membacakan pernyataan yang sudah disiapkan yang isinya mengatakan: "Badan yang punya otoritas telah memutuskan bahwa kehadiran Anda di wilayah Federasi Rusia tidak diinginkan. Anda dilarang memasuki Rusia." Badan yang punya otoritas yang dimaksud Gruby adalah Federal Security Service (FSB), badan mata-mata dan kontra-intelijen Rusia.

Duta besar AS di Moskow, Michael McFaul, mengangkat kasus ini kepada wakil menteri luar negeri Rusia, Sergei Rybakov, tak lama setelah penolakan terhadap Satter. Setelah pengusiran Satter, Kedutaan AS mengeluarkan protes diplomatik dan meminta penjelasan. Pihak berwenang Rusia menolak memberikan penjelasan apapun soal itu.

Sejak 2009, pemerintahan Obama telah menerapkan kebijakan pragmatis dalam hubungannya dengan Kremlin. Para kritikus menyebut kebijakan itu membawa sedikit hasil positif dalam hubungan dua negara.

Pengusiran Satter ini cukup mengejutkan karena terjadi tak lama setelah Presiden Rusia Vladimir Putin memberikan amnesti kepada sejumlah tahanan politik, termasuk konglomerat Mikhail Khodorkovsky, aktivis Greenpeace Arctic 30 dan dua anggota band punk feminis Pussy Riot.

Langkah ini secara luas dilihat sebagai upaya untuk meningkatkan citra Rusia menjelang Olimpiade Sochi, yang akan dimulai pada 7 Februari 2014. Sebelumnya, Satter menulis sejumlah buku yang dianggap mengkritik negara yang dulunya bernama Uni Sovyet itu.

Pengusiran koresponden Barat adalah ciri umum dari era perang dingin. Kremlin mengusir sejumlah wartawan Amerika pada 1960-an, 1970-an, dan 1980-an. Jurnalis terakhir yang diusir sepihak dari Rusia adalah kepala biro Newsweek Andrei Nagorski, tahun 1982 lalu.

Di bawah Putin, FSB kembali menggunakan metode yang dulu pernah dilakukan KGB, yaitu menekan wartawan asing dengan menggeledah apartemennya, membuntuti dan menginterogasinya. Meski banyak tidak diberitakan, FSB banyak menolak aplikasi visa dari akademisi Barat yang ingin mengunjungi Rusia jika publikasi mereka dianggap bernada bermusuhan.

Berbicara kepada Guardian dari London, Satter, 66 tahun, mengatakan: "Posisi saya adalah bahwa larangan ini harus segera dicabut." Dia mengatakan, pengusiran tanpa penjelasan seperti ini mengisyaratkan bahwa badan intelijen Rusia menganggapnya sebagai berbahaya dan merupakan ancaman.

Guardian | Abdul Manan

Berita terkait

Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

7 Februari 2021

Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

Indonesia saat ini menempati urutan ke-19 kasus sebaran Covid-19 dari 192 negara.

Baca Selengkapnya

Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

6 Februari 2021

Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

Bupati Sabu Raijua terpilih, Orient Riwu Kore, mengungkapkan alasannya mengikuti pemilihan kepala daerah 2020

Baca Selengkapnya

Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

4 Februari 2021

Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

Tim pengacara Donald Trump berkeras Senat tak cukup kuat punya otoritas untuk memakzulkan Trump karena dia sudah meninggalkan jabatan itu.

Baca Selengkapnya

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

3 Februari 2021

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

Pengacara keluarga korban Lion Air JT 610 meminta ahli waris korban Sriwijaya Air SJ 182 tidak meneken dokumen release and discharge atau R&D.

Baca Selengkapnya

Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

3 Februari 2021

Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

Pada 2019 grup otomotif menyumbang sekitar sepersepuluh dari pasar semikonduktor senilai 429 miliar dolar Amerika Serikat.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

30 Januari 2021

Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

Imigran dari Suriah mendapat kelonggaran aturan sehingga mereka bisa tinggal di Amerika Serikat dengan aman sampai September 2022.

Baca Selengkapnya

Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

30 Januari 2021

Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

Tutorial pembuatan bom ditemukan di rumah anggota kelompok ekstremis Proud Boys, Dominic Pezzola, yang didakwa terlibat dalam kerusuhan US Capitol

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

29 Januari 2021

Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

Pemerintah Amerika Serikat mengecam pembebasan pembunuh jurnalis Wall Street, Journal Daniel Pearl, oleh Mahkamah Agung Pakistan.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

29 Januari 2021

Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

Pemerintah Amerika Serikat kini mengizinkan dokter dan perawat yang sudah pensiun untuk memberikan suntikan vaksin Covid-19

Baca Selengkapnya

Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

27 Januari 2021

Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letnan Jenderal Aviv Kochavi mengatakan hal yang salah jika AS kembali ke perjanjian nuklir Iran

Baca Selengkapnya