Winnie Madikizela-Mandela (kiri), mantan isteri Nelson Mandela, dan Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma menghadiri misa kematian bagi Mandela di Gereja Metodis Bryanston di Bryanston, Johannesburg, Afrika Selatan, Minggu (8/12). AP/Peter Dejong
TEMPO.CO, London - Winnie Madikizela-Mandela merasa sangat beruntung bisa mendampingi mantan suami, Nelson Mandela, di saat-saat terakhir hidupnya. Dia mengisahkan momen terakhir bersama mantan suaminya.
Dalam wawancara dengan ITN, Kamis, 12 Desember 2013, Madikizela menceritakan dia mendapat panggilan telepon pada Kamis lalu tentang kondisi Mandela. Dia lantas menghubungi dokter yang merawat Mandela. “Tidak Mama, sebaiknya Anda menengoknya,” ujar Madikizela menirukan perkataan dokter Mandela. Dia segera sadar bahwa masalah serius sedang terjadi.
Sesampainya di rumah Mandela, dia pun segera menuju kamar mantan suaminya itu di lantai atas. Beberapa dokter berada tak jauh dari mantan pemimpin Afrika Selatan itu. Tetapi mereka tidak bicara sepatah kata pun.
Dia memegang tangan Mandela. Tangan itu dingin. Napas penerima Nobel Perdamaian ini pun sangat pelan. Tak lama kemudian Mandela mengembuskan napas terakhir. “Dia telah tiada.”
Detik-detik terakhir Mandela ini terasa menyakitkan bagi Madikizela. Dia tidak bisa menggambarkan kesedihannya. Menurut dia, meski Mandela telah banyak melakukan banyak hal, ada banyak masalah pula yang belum selesai.
Setelah memastikan kematian Mandela, para dokter merapikan jenazahnya. Tak lama kemudian Presiden Afrika Selatan, Jacob Zuma, tiba untuk melakukan penghormatan. Selanjutnya, dilakukanlah segala sesuatu yang diperlukan dan upacara resmi dilaksanakan untuk pria yang mempunyai nama kecil Rolihlahla itu.
Bagi Madikizela, sangat menyakitkan melihat jasad mantan suaminya terbaring sebelum dimakamkan. Menurut tradisi mereka, jenazah tidak diperlihatkan sebelum pemakaman. Namun dia dan keluarga tak bisa menampik, meski hati mereka sangat berat. Mereka juga harus berbagi dengan rakyat Afrika dan seluruh dunia.