TEMPO.CO, Tel Aviv - Mantan menteri kabinet Rafi Eitan mengungkapkan, Senin 11 Novermber 2013, bahwa ia menyalahkan diri sendiri karena memberitahu Jonathan Pollard bahwa ia akan menjalani hukuman tidak lebih dari 10 tahun penjara. Etan merupakan perwira intelijen yang mengoperasikan Pollard di pertengahan 1980-an di Amerika Serikat.
Berbicara kepada Radio Militer untuk menandai ulang tahun penangkapan Pollard pada tahun 1985 di Amerika Serikat, Eitan menyebut adanya saling pengertian rahasia yang dicapai antara pemerintah Israel dan Amerika Serikat.
Menurut perjanjian tersebut, setelah satu dekade, hukuman seumur hidup Pollard akan diubah. Namun Radio militer itu mengatakan bahwa ketika saatnya tiba, Amerika Serikat membantah adanya kesepakatan seperti itu. Israel juga tidak memprotes cukup keras untuk meminta pembebasannya.
"Pemahaman saya pada saat itu adalah bahwa ia tidak akan menjalani penjara lebih dari 10 tahun," kata Eitan. "Tampaknya ada keinginan untuk membalas dendam (oleh Amerika) untuk mengatakan: "Kamu (Israel) adalah negara sahabat, tapi lihat apa yang kamu lakukan, dan kami akan menunjukkannya kepada kamu."
Eitan mengaku sangat menyesal telah menyulitkan hidup Pollard sehingga ia mengabdikan tahun-tahun terakhirnya dengan upaya untuk membebaskannya. Dia mengaku menulis surat kepada Presiden AS Barack Obama untuk meminta maaf dan melepaskan Pollard.
Dalam sebuah wawancara yang dipublikasikan tahun lalu di Yediot Aharonot, Eitan mengungkapkan bagaimana ia secara pribadi telah menyerahkan bukti yang memberatkan Pollard ke pihak Amerika, dan ia tahu benar itu akan digunakan untuk melawan Pollard. Dia mengaku ia tidak punya pilihan karena ia diperintahkan untuk melakukannya oleh pemerintah Shimon Peres.
"Itu bukan momen yang mudah," kata Etan. Pemerintah membuat keputusan dan saya bekerja sama dengan Amerika melawan agen saya (Pollard)."
Saya punya perasaan yang mendalam bahwa saya tidak boleh berbicara dengan Amerika tentang operasi ini, karena mereka pasti tidak tertarik pada kesejahteraan Pollard. Tapi, kata Etan, ia adalah prajurit yang patuh pada disiplin dan tidak pernah bertindak bertentangan dengan sikap pemerintah. "Saya bekerja sama, bahkan meski hati nurani saya sendiri berpikir bahwa saya harus bertindak sebaliknya."
Eitan mengatakan kepada The Jerusalem Post pada tahun 2006 bahwa ia menyesal telah menggunakan Pollard, analis di Angkatan Laut AS, untuk memata-matai negara asalnya.
"Saya menyampaikan pendapat saya ke pihak Amerika bahwa saya membuat kesalahan (ketika mengoperasikan Pollard), tapi bahwa Israel berada dalam kesulitan, yang membuat orang melakukan hal-hal di luar yang diizinkan," kata Eitan.
Istri Pollard, Ester, menulis tentang pertemuannya tahun lalu di mana Eitan mengatakan satu-satunya hal yang ia sesalkand alam kasus Pollard adalah bahwa ia tidak "menyelesaikan pekerjaannya" sebelum meninggalkan Amerika Serikat saat itu.
Ester menulis kata-kata itu ketika ia akhirnya bertanya kepada Etan apa yang dia maksudkan dengan ucapan itu. Eitan menjawab, "Jika saya berada di Kedutaan (Israel) ketika Pollard datang untuk mencari suaka, saya akan meletakkan peluru hingga menembus kepalanya sehingga tidak akan ada urusan soal Pollard ini."
Pollard ditangkap dan dipenjara di Amerika Serikat karena melakukan aksi mata-mata untuk Israel. Hampir semua presiden Israel meminta pembebasannya, tapi Amerika Serikat tak pernah mengabulkannya.
Jerusalem Post | Abdul Manan
Berita terkait
UEA Cegat Rudal Houthi, Ditembakkan saat Kunjungan Presiden Israel
31 Januari 2022
Uni Emirat Arab berhasil mencegat sebuah rudal balistik yang ditembakkan oleh Houthi dari Yaman ketika negara Teluk itu menjamu Presiden Israel
Baca SelengkapnyaBiro Travel Khawatirkan Larangan Turis Berpaspor Indonesia Masuk Israel
31 Mei 2018
Aturan pelarangan masuk Israel bagi turis berpaspor Indonesia membuat banyak tamu mempertanyakan hal tersebut.
Baca SelengkapnyaKedutaan Besar Amerika di Israel Akan Pindah ke Yerusalem
29 Agustus 2017
Netanyahu menunjukkan ekspresi penghargaannya kepada Trump dan pemerintahannya yang selama ini memberikan dukungan kuat bagi Israel.
Baca SelengkapnyaKesepian, Monyet Rawat dan Bermain dengan Anak Ayam
26 Agustus 2017
Niv, monyet dari spesies Macaque telah menghabiskan waktunya dengan menjaga, membelai, membersihkan, dan bermain dengan seekor anak ayam.
Baca SelengkapnyaGereja Ortodoks Yunani Protes Israel Propertinya Dijual ke Yahudi
15 Agustus 2017
Pemimpin Gereja Ortodoks Yunani di Yerusalem tolak keputusan pengadilan Israel yang menyetujui penjualan properti gereja ke ke perusahaan Yahudi.
Baca SelengkapnyaIsrael akan Tutup Kantor Berita Al Jazeera
7 Agustus 2017
Israel menganggap siaran berita Al Jazeera bersifat menghasut.
Baca SelengkapnyaSensitivitas Al-Aqsa dan Kebijakan Israel
26 Juli 2017
Setelah lama tenggelam oleh berita Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan sengkarut Timur Tengah, kisruh Palestina-Israel kini kembali menjadi pusat perhatian dunia. Setiap hari sejak 14 Juli, warga Palestina di Yerusalem Timur dan Tepi Barat berdemonstrasi menentang pemasangan detektor logam di pintu-pintu masuk ke kompleks Masjid Al-Aqsa (Al-Haram Al-Syarif). Palestina memandangnya sebagai upaya Israel untuk mengontrol tempat suci tersebut.
Ditembaki Rudal, Israel Balas Serang Pos Hamas di Gaza
24 Juli 2017
Tank milik Israel menyerang pos pemantau milik Hamas di Gaza, Senin, 24 Juli 2017, sebagai balasan atas tembakan rudal dari arah perbatasan Palestina.
Baca SelengkapnyaIsrael Akan Membangun Pulau Buatan di Gaza
14 Mei 2017
Trump akan tiba di Yerusalem pada 22 Mei 2017 untuk membicarakan masalah perdamaian antara Israel dan Palestina.
Baca SelengkapnyaBahasa Arab Akan Dihapus dari Bahasa Resmi Israel
9 Mei 2017
Sejumlah menteri dalam kabinet Israel menyetujui RUU kontroversial yang akan menghapus status bahasa Arab sebagai bahasa resmi Israel.
Baca Selengkapnya